Parapuan.co - Aktivis hak-hak perempuan Afghanistan, Sonita Alizadeh, meninggalkan negaranya bersama keluarganya dua dekade lalu.
Mereka pergi saat Taliban memerintah negaranya dan membuat aturan bahwa perempuan tidak bisa bekerja.
Perempuan juga harus menutupi wajah mereka dan anak perempuan dilarang sekolah.
Sonita Alizadeh kembali hadir di Sidang Umum PBB pada hari Selasa (22/9/2021) untuk berpidato terkait kembalinya Taliban ke Afghanistan.
Dia mendesak para pemimpin dunia untuk membela hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
Baca Juga: Bentuk Pemerintahan Baru, Taliban Larang Perempuan Afghanistan Berolahraga
"Apa yang tersisa dari rakyat kita? Dan apa yang tersisa dari pencapaian 20 tahun? Jangan tertipu oleh topeng yang ditampilkan Taliban di berita," kata Alizadeh, dikutip dari Reuters.
"Kita tidak punya waktu," tambahnya, mengingatkan para pemimpin dunia yang hadir di sidang tersebut untuk bergerak lebih cepat.
Dia mendesak masyarakat internasional untuk tidak mengakui Taliban sebagai pemimpin Afghanistan.
Sonita juga ingin pemerintah global daapt menjamin hak-hak perempuan dan anak-anak dan memastikan akses internet bagi rakyat Afghanistan.
Selain itu, Sonita ingin PBB memasukkan lebih banyak warga Afghanistan dalam pengambilan keputusan.
Sonita pun ingin PBB mendukung hak anak perempuan untuk tetap bersekolah.
"Sepertinya kita semua tahu apa yang harus dilakukan. Tapi pertanyaannya, siapa yang akan mengambil tindakannya segera?" kata Alizadeh.
Taliban baru-baru ini mengatakan mereka telah berubah dan tidak akan mengikuti aturan pemerintahan seperti 1996-2001.
Saat itu, mereka melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki.
Baca Juga: Taliban Buka Sekolah di Afghanistan untuk Laki-Laki, Perempuan Masih Dilarang
Taliban juga membatasi hak perempuan di ranah pendidikan, pekerjaan, dan ekspresi diri.
Banyak perempuan yang tidak diperbolehkan untuk berkarya seperti menciptakan musik, film, atau buku.
Kepada masyarakat internasional, Taliban mengatakan mereka akan memegang komitmen tersebut.
Namun, sampai sekarang keadaan kembali memburuk seperti dulu. Belum ada tanda-tanda janji tersebut dipenuhi.
"Ada ketakutan yang nyata di kalangan perempuan Afghanistan akan kembalinya Taliban," kata kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet dalam acara yang sama.
"Mereka takut kembali ke penindasan brutal dan sistemik Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan seperti tahun 90-an," tambahnya.
Taliban menimbulkan skeptisisme tentang janji tersebut ketika mereka akan membuka sekolah untuk anak laki-laki tetapi tidak untuk anak perempuan.
Baca Juga: Salima Mazari, Gubernur Perempuan Afghanistan yang Ditangkap Taliban.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bulan lalu keinginan Taliban untuk pengakuan internasional adalah alasan mereka menyampaikan janji palsu tersebut. (*)