Maka, yang dimiliki oleh pekerja film perempuan pada saat itu hanyalah dukungan satu sama lain.
Berbeda dengan Nia Dinata, penulis dan sutradara Gina S. Noer yang menciptakan film Dua Garis Biru, tumbuh di masa film Indonesia mulai berkembang.
"Waktu SMA saya menonton film-film teh Nia Dinata, Mbak Mira Lesmana, akhirnya terbukalah harapan bahwa perspektif perempuan memiliki tempat," kata Gina.
Bagi Gina S. Noer, kesempatan perempuan di industri film dimulai dari adanya gerakan women support women.
Sesama pekerja film perempuan saling mendukung agar gaung cerita dan perspektif perempuan semakin terdengar.
Baca Juga: Film Dua Garis Biru: Melihat Pentingnya Keterbukaan dalam Keluarga bagi Anak Remaja
"Industri film di Indonesia dimulai dari women support women, ketika filmmaker perempuan saling dukung, seperti yang teh Nia ceritakan," ungkap Gina.
"Tidak hanya sesama filmmaker tapi juga penonton perempuan," tambahnya.
Namun Gina sangat menyayangkan bagaimana penonton perempuan sering dieksploitasi oleh produser yang tidak punya sensitifitas gender.
Bagi Susanti Dewi, seorang produser, ekosistem di industri film Indonesia kini sudah banyak melibatkan pekerja film perempuan.
Namun, Santi memiliki mimpi untuk membuat proyek yang semua kru yang terlibat adalah perempuan.