Parapuan.co- Kawan Puan, tidak banyak perempuan berkarier yang mengetahui bahwa dirinya memiliki hak untuk cuti saat menstruasi.
Meskipun beberapa di antaranya mengetahui adanya cuti ini, tetapi tidak banyak yang mengambil cuti menstruasi karena takut mendapat stigma seperti dinilai manja oleh rekan kerja.
Padahal banyak perempuan yang merasa kesakitan saat datang bulan tiba seperti pegal, nyeri, dan kesakitan hingga membuat produktivitas bekerja menurun.
Bahkan ada yang sampai muntah, demam, hingga tidak bisa bangun dan beraktivitas karena rasa sakit menstruasi atau haid.
Baca juga: Simak! Ini Alasan Kamu Tetap Perlu Cuti saat Work From Home
Setiap perempuan memiliki pengalaman berbeda ketika mengalami menstruasi.
Ada yang tidak merasakan apa-apa, ada yang merasakan kesakitan ringan, hingga ada yang sangat kesakitan.
Jika Kawan Puan merasa kesakitan saat menstruasi, lebih baik mengambil hak cuti ini untuk beristirahat.
Dilansir dari kompas.com, pemerintah sendiri telah mengatur hak cuti menstruasi untuk pekerja perempuan melalui UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Hak pekerja perempuan untuk cuti menstruasi di hari pertama dan kedua juga diatur dalam pasal 81 ayat (1).
Selain itu, UU nomor 13 tahun 2003 juga memberikan hak bagi pekerja perempuan yang mengalami menstruasi setiap bulannya mendapatkan izin cuti selama dua hari.
"Pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid," bunyi ayat (1) pasal 81.
Baca juga: Catat Ya! Ini Jadwal Libur Lebaran dan Cuti Bersama 2021
Lalu bagaimana jika perusahaan menolak izin cuti menstruasi?
Kawan Puan tidak perlu khawatir jika perusahaan menolak izin cuti menstruasi yang diajukan.
Pasalnya, hak untuk mengajukan cuti menstruasi sudah masuk dalam perjanjian kerja sehingga perusahaan tidak bisa menolak.
"Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama," bunyi ayat (2) UU Ketenagakerjaan. (*)