Gejala dan Penyebab Midlife Crisis yang Sering Dialami Usia 40an

Maharani Kusuma Daruwati - Selasa, 28 September 2021
Gejala dan penyebab terjadinya midlife crisis
Gejala dan penyebab terjadinya midlife crisis valentinrussanov

Perasaan di usia paruh baya ini dapat terjadi secara alami atau akibat dari beberapa kehilangan atau perubahan yang signifikan, seperti perceraian, merawat orang tua yang lanjut usia, kematian orang tua, atau sarang kosong. 

Berdamai dengan kehilangan atau perubahan seperti itu bisa jadi cukup sulit, tetapi ketika diperumit oleh transisi paruh baya, prosesnya bisa terasa membingungkan atau berlebihan. 

Selain itu, orang-orang dalam kelompok usia ini bersaing dengan berbagai penyakit, sehingga tubuh memang berubah dan keluhan sakit dan nyeri adalah nyata.

Baca Juga: Midlife Crisis, Krisis Paruh Baya yang Sering Dialami Usia 40-an

Mengutip Healthline, kesusahan terkait usia dimulai ketika kamu menyadari kematianmu sendiri dan menghadapi batasan usia yang dirasakan.

Banyak orang menganggap pemuda sebagai komoditas yang paling diinginkan.

Berbagai macam produk dan prosedur anti-penuaan di pasaran hanya berfungsi untuk menekankan gagasan bahwa kamu harus mempertahankan keremajaan, atau kesehatan dan penampilan prima, dengan cara apa pun.

Asumsi budaya tentang usia juga ikut bermain. 

Orang biasanya mengasosiasikan penuaan dengan perubahan fisik dan mental yang tidak diinginkan, seperti:

  • penambahan berat badan
  • kesehatan dan rasa sakit yang buruk
  • menurunnya daya tarik dan hasrat seksual
  • perubahan hubungan
  • hilang ingatan
  • hilangnya keamanan finansial dan pendapatan

Saat usia paruh baya semakin dekat, kamu mungkin merasa takut menjadi tua sebelum kamu memiliki kesempatan untuk mengalami hidup sepenuhnya.

Terutama jika kamu belum mencapai cita-cita atau tujuan pribadi tertentu, seperti membeli rumah, menikah, atau menerbitkan buku.

Pada saat yang sama, tonggak yang kamu capai juga dapat menjadi faktor penyebab krisis paruh baya:

  • Orang tua yang mendefinisikan diri mereka sendiri dengan peran mereka sebagai orang tua mungkin merasa kehilangan dan tidak memiliki tujuan ketika anak-anak mereka meninggalkan rumah.
  • Orang tua yang menyulap pekerjaan dan perawatan anak, ditambah membawa sebagian besar beban mental, mungkin "melakukan semuanya", tetapi mereka lebih cenderung menghadapi titik puncak ketika dihadapkan dengan satu sumber stres tambahan.

(*)

Sumber: Psychology Today
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati


REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru

Join Us

Tag Popular