Penerarapan Undang-Undang PKDRT hingga sekarang
Melansir dari laman Kompas.id, Komnas Perempuan mencatat bahwa pelaksanaan UU PKDRT yang diundangkan pada 22 Desember September 2004 masih menemui sejumlah hambatan.
Salah satu hambatan yang paling sering dijumpai yakni dalam memastikan korban mendapatkan keadilan dan pemulihan, yaitu tingginya korban yang mencabut laporan atau pengaduan.
Selain itu, menurut Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan, hambatan-hambatan implementasi UU PKDRT yakni penafsiran terhadap Pasal 2 tentang ruang lingkup rumah tangga dalam UU PKDRT, khususnya perkawinan tidak tercatat.
Baca Juga: Mengenal Silent Treatment, Kekerasan Pada Perempuan dalam Emosional
Lebih lanjut lagi, kurangnya alat bukti dan perspektif aparat penegak hukum juga menjadi hal penghambat dalam penerapan undang-undang.
Belum maksimalnya penjatuhan pidana tambahan pembatasan gerak pelaku, pembatasan hak-hak tertentu, dan mengikuti program konseling juga tak luput menjadi faktor penghambat dari implementasi undang-undang ini.
Belum lagi, budaya yang masih menilai kasus KDRT sebagai aib dan masalah privat.
Hal serupa pun diakui oleh Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bareskrim Polri Komisaris Polisi Ema Rahmawati.
Ia menyampaikan bahwa dalam penanganan kasus KDRT masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain hanya korban yang menjadi saksi kunci, alat bukti ilmiah mutlak dibutuhkan, korban melapor terlambat sehingga alat bukti yang melekat sudah hilang.
Tak hanya itu, menurutnya hambatan lainnya berupa korban yang berada dalam ancaman pelaku, pelaku adalah orang terdekat, dan korban mencabut laporan karena ketergantungan ekonomi dan takut dicerai.
Adanya permasalahan yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum ini menunjukkan betapa masih dibutuhkan berbagai upaya untuk mencegah, menangani, dan memulihkan korban kekerasan pada perempuan dalam rumah tangga.
(*)