Parapuan.co - UMKM skincare bernama Mitufaya di Malang hanyalah satu dari UMKM lokal yang terpukul oleh pandemi Covid-19.
Namun, pemilik Mitufaya yang merupakan pasangan suami istri, yaitu Mila dan Taufik mampu bangkit menyesuaikan strategi dengan perubahan tren pasar.
Bahkan, keduanya berhasil memperluas skala bisnis mereka dari hanya berbasis online hingga bisa membuka toko offline di tengah pandemi.
Bisnis yang didirikan di akhir 2018 itu kini telah mencatat 5.000 sampai 10.000 transaksi setiap bulannya.
Pada awal 2020, Mila menyiapkan strategi untuk memperluas pasarnya ke ibukota dengan menggandeng sejumlah influencer di media sosial.
Baca Juga: Dukung UMKM, TikTok Bisnis Luncurkan Fitur Pemasaran Digital
Namun, siapa sangka pada saat bersamaan, pandemi Covid-19 mulai memukul dan mengubah keadaan.
"Ketika pandemi, kalau dibilang terpuruk memang terpuruk banget. Kita hampir tidak ada pemasukan sama sekali selama satu bulan," kata Mila seperti dalam press rilis yang diterima PARAPUAN belum lama ini.
"Usaha online kami hanya cukup untuk menutup keperluan operasional, termasuk listrik rumah, internet, dan gaji karyawan, sedangkan untuk konsumsi pribadi justru tidak ada," cerita Mila.
Akan tetapi, semangat pantang menyerahnya membawa Mitufaya bangkit di tengah tantangan pandemi.
Menghadirkan toko fisik atau offline
Pada November 2020, Mitufaya berhasil membuka toko offline dan beauty studio pertamanya.
Mila menggunakan dana tabungan yang telah ia simpan sebelumnya sebagai modal membuka toko.
Baginya, kehadiran toko fisik penting untuk memperkuat presensi bisnisnya serta meningkatkan kepercayaan pelanggan dan distributor.
Namun, tentunya membuka toko offline di tengah pandemi bukan tanpa tantangan. Mila mengaku bahwa pada awalnya, hampir tidak ada satupun pelanggan yang mengunjungi tokonya.
Mila pun mengambil inisiatif untuk menyesuaikan strateginya guna menjawab kebutuhan pasar dan mendorong performa bisnisnya di tengah pandemi.
Baca Juga: 3 Kategori Aplikasi Pendukung Usaha yang Wajib Dimiliki Pelaku UMKM!
Menyediakan akses pembayaran digital
Salah satu tren pasar yang ia amati adalah pergeseran tren pembayaran ke arah digital.
Melihat tren tersebut, Mitufaya bergerak mengadopsi teknologi pembayaran digital dengan bergabung sebagai merchant Youtap.
Youtap ialah aplikasi usaha yang memungkinkan bisnis Mitufaya menerima beragam opsi pembayaran, mulai dari tunai, mobile banking, hingga QRIS.
Bahkan, transaksi Mitufaya saat ini didominasi oleh pembayaran digital. Mitufaya mencatat sekitar 60% transaksi bisnisnya dilakukan secara digital.
Namun, Mila juga mengungkapkan bahwa menggunakan platform digital seperti Youtap bukan sekadar menambah opsi pembayaran.
Keputusan dirinya untuk memanfaatkan Youtap menjadi pintu yang membuka peluang Mitufaya menjangkau pelanggan yang sebelumnya belum tersentuh.
"Opsi pembayaran yang lengkap sangat menunjang toko-toko baru seperti Mitufaya dan menjadi daya tarik untuk pelanggan," ujar Mila menerangkan.
Baca Juga: UMKM Milik Perempuan Terdampak Pandemi, UNDP Hadirkan Pelatihan Ini
"Dulu, sebelum pakai Youtap, saya sering membaca kritik dan saran pelanggan yang mengatakan bahwa toko Mitufaya hanya menerima pembayaran tunai sehingga kurang menjadi daya tarik," tambahnya.
Ia juga berkata, "Tapi, sekarang kelengkapan opsi pembayaran di Mitufaya justru jadi alasan pelanggan kita merekomendasikan Mitufaya ke teman-temannya yang lain."
Tidak hanya memungkinkan Mitufaya untuk menerima berbagai opsi pembayaran, platform Youtap juga jauh memudahkan Mila dalam mencatat transaksi penjualannya baik yang online maupun offline.
Dengan pencatatan yang lebih rapi, Mila dapat lebih mudah menganalisis produk yang paling diminati dan menentukan strategi bisnis serta persiapan stok berikutnya.
Mengikuti tren
Strategi lainnya yang Mila terapkan adalah dengan mengikuti pergeseran tren make up ke industri skincare selama pandemi, guna menjawab kebutuhan pelanggan.
Berkat rangkaian strategi adaptifnya tersebut, toko offline Mitufaya mampu bangkit, dan telah mencatat peningkatan omzet hingga 10 kali lipat dibandingkan sebelum ia membuka toko offline.
Di tengah jatuh bangun bisnisnya, Mila tetap mampu menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang pada 2020 lalu.
Kini, ia memanfaatkan ilmunya untuk membuat perjanjian kerja sama dengan mitra-mitra bisnisnya.
"Dalam berbisnis, kita harus mampu mengikuti tren pasar dan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan," tutur Mila lagi.
"Misalnya, seperti saat Mitufaya bergeser merambah produk skincare dari make up padahal awalnya, skincare bukanlah keahlian saya," ungkapnya.
"Kita ngga pernah tahu mungkin dua tahun lagi tren akan kembali berubah. Sama halnya dengan tren pembayaran yang sekarang sudah serba digital apalagi dengan adanya pandemi," ujar Mila.
Baca Juga: 4 Tools Digital Marketing Gratis untuk Bisnis UMKM yang Wajib Dicoba
Menurutnya, pelaku UMKM seperti dirinya banyak terbantu berkat kehadiran platform usaha digital.
Pada akhirnya, menjadi pelaku UMKM yang adaptif membantu untuk bertahan karena selalu siap dengan perubahan dan peluang baru.
Kawan Puan juga mesti adaptif di berbagai situasi untuk dapat sukses sebagai pelaku UMKM, ya. (*)