Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini kasus dugaan kekerasan seksual tiga anak perempuan oleh ayah kandungnya sedang menjadi pembicaraan di media sosial.
Pemerkosaan tersebut diduga terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dan kabarnya kasusnya tidak lagi diproses oleh kepolisian setempat.
Kasus tersebut diangkat oleh situs Project Multatuli dan berhasil menjadi sorotan masyarakat Indonesia sampai hari ini.
Banyak situs jurnal yang kini membantu Project Multatuli untuk menyebarkan laporan tersebut.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar pun angkat bicara soal kasus tersebut.
Nahar mengatakan bahwa sejak laporan pertama tentang kasus tersebut muncul, PPPA di daerah setempat telah mendampingi.
Baca Juga: Mengenal Komunitas HelpNona, Ruang Aman Penyintas Kekerasan
"Sejak laporan pertama, sebenarnya sudah didampingi dan proses hukumnya dilakukan oleh aparat hukum," jelas Nahar, dikutip dari Kompas.com.
Nahar menjelaskan bahwa alasan polisi menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak adanya barang bukti yang mencukupi.
"Penyelidikan dihentikan karena kurang cukup bukti. Jika ada bukti-bukti baru (kasus) bisa dibuka kembali," kata Nahar.
Kementerian PPPA sendiri berharap jika kasus itu berhasil dibuka kembali, maka korban mendapatkan pendampingan yang layak.
Bila kemudian hari kasus tersebut kembali masuk proses hukum, maka Kementerian PPPA juga akan memantau hasil penyelidikan.
"Pemantauan kami lakukan juga melalui pendampingan Dinas PPPA di Luwu Timur," kata Nahar.
Laporan yang viral di media sosial ssendiri berupa pemberitaan mengenai tiga anak yang diperkosa namun penyelidikannya dihentikan polisi.
Kasus yang terjadi di tahun 2019 tersebut dilaporkan oleh seorang ibu bernama Lydia (nama samaran).
Ia menyampaikan dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak kandungnya oleh mantan suaminya.
Baca Juga: 5 Bentuk Kekerasan pada Perempuan dalam Rumah Tangga
Lydia pun telah melaporkan perkara tersebut ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur, serta Polres Luwu Timur.
Lydia kemudian menyampaikan bahwa ia tidak mendapatkan keadilan dari dua instansi tersebut dan dianggap mengidap gangguan kesehatan mental.
Polres Luwu Timur menghentikan proses penyidikan kasus pemerkosaan tersebut pada tanggal 10 Desember 2019.
Mantan suami Lydia sendiri merupakan aparatur sipil negara (ASN) di kantor pemerintahan Luwu Timur.
Polres Luwu Timur sempat membantah dan menyatakan bahwa artikel tersebut hoaks.
Pihak Polres pun mendapat kecaman dari insan pers, salah satunya disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen atau AJI.
Baca Juga: Desak Pengesahan RUU PKS, Jaringan Masyarakat Sipil Sampaikan Tuntutan Ini
Baru-baru ini Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyatakan bahwa kasus ini dapat dibuka kembali.
"Jika memang dalam proses berjalannya ada ditemukan bukti baru, maka tidak menutup kemungkinan penyidikannya akan dibuka kembali," tegas Rusdi. (*)