Parapuan.co - Walau sudah berakhir, Squid Game masih menjadi bahan perbincangan seru bagi para penggemar drama Korea.
Bahkan, drama Squid Game yang tayang di Netflix beberapa waktu lalu itu juga mencuri perhatian seluruh dunia.
Salah satu alasannya adalah, Squid Game bisa dibilang tidak menampilkan genre yang khas dari drama Korea pada umumnya.
Di drama tersebut, penonton disuguhkan dengan berbagai kisah kekerasan, pengkhianatan, keputusasaan, dan yang paling menonjol adalah kebangkrutan.
Baca Juga: 8 Pelajaran Tentang Mengatur Uang dari Squid Game agar Hidup Bahagia
Seperti diketahui, ratusan orang yang terlibat dalam permainan di drama itu semuanya terlibat utang, dan bisa dibilang bangkrut.
Sebagian besar dari mereka menerima tawaran memainkan permainan demi bisa memenangkan hadiah uang tunai untuk membayar utang.
Mengutip The Conversation, drama Squid Game aslinya berbicara mengenai krisis utang rumah tangga yang semakin mempengaruhi kelas bawah dan menengah di Korea Selatan.
Bisa dibilang, masalah terkait krisis keuangan rumah tangga di Negeri Ginseng itulah yang kemudian menginspirasi tim produksi membuat drama Squid Game.
Utang Rumah Tangga Korea Selatan
Dikatakan bahwa utang rumah tangga di Korea Selatan meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Utang tersebut tercatat menjadi lebih dari 100% dari PDB (Produk Domestik Bruto), yang ternyata dianggap tertinggi di Asia.
Hal itu tampak dari perbedaan kekayaan antara penerima gaji tertinggi dan terendah yang amat signifikan.
Sejak 2017, 20% penerima gaji tertinggi di Korea Selatan mempunyai kekayaan bersih 166 kali lipat dibandingakan 20% penerima gaji terendah.
Baca Juga: Di Squid Game Janjikan Cuan, Bisakah Gaming Dijadikan Jalur Karier?
Tak heran jika ketimpangan antara si kaya dan si miskin demikian terlihat, hingga dalam drama digambarkan si kaya bisa melakukan apa saja kepada si miskin.
Di samping itu, belakangan juga disebut terdapat peningkatan utang relatif terhadap pendapatan dan kenaikan suku bunga.
Ini membuat Korea Selatan kekurangan sumber daya untuk menghadapi peristiwa yang tidak direncanakan, semisal pemecatan mendadak atau masalah kesehatan.
Berdasarkan survei kekayaan nasional Gini Index, pengangguran kaum muda di Korsel meningkat.
Harga rumah di sana juga melonjak, belum lagi ditambah dengan adanya pandemi global yang turut menciptakan terjadinya ketimpangan selama beberapa tahun terakhir.
Sebagian besar warga Korsel berutang untuk membayar perumahan dan biaya pendidikan anak-anak mereka.
Keduanya merupakan jenis pengeluaran penting bagi kelas menengah yang berharap anaknya bisa masuk universitas yang diinginkan.
Baca Juga: Ikut Demam Squid Game, Jimmy Fallon Parodikan Permainan Permen Dalgona
Pada bulan Agustus, pemerintah Korsel mengumumkan pembatasan pinjaman baru.
Hal itu dilakukan untuk menurunkan utang di kalangan anak muda, sehingga milenial dan mereka yang berusia 30-an tidak memiliki lebih banyak utang.
Apalagi sebagian besar dari mereka tercatat mempunyai utang yang jumlahnya lebih besar dibandingkan pendapatan.
Wah sungguh fakta yang mengejutkan, ya, Kawan Puan? (*)