Parapuan.co - Akhir-akhir ini ramai dibicarakan soal aturan mengenai NIK (Nomor Induk Kependudukan) KTP yang akan berfungsi sebagai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
Aturan tersebut tercantum dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Di sana tertera tambahan fungsi NIK, yaitu sebagai NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP).
Mengutip Kompas, di dalam draf UU HPP juga disebutkan bahwa setiap WPOP yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif wajib mendaftaran diri ke kantor pajak.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Ungkap Pelaku UMKM Bisa Bebas Pajak Penghasilan
Pemberlakukan NIK menjadi NPWP disebut akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung.
Ini juga akan mengintegrasikan sistem administrasi perpajakan dengan basis data kependudukan.
Hasilnya, bakal memberikan kemudahan dan kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional mengingat wajib pajak tak lagi perlu menunjukkan kartu NPWP.
"Dengan ketentuan baru ini, maka WPOP tidak perlu repot melakukan pendaftaran ke KKP (Kantor Pelayanan Pajak), karena NIK sudah berfungsi sebagai NPWP," kata Ditjen Pajak Neilmadrin Noor beberapa waktu lalu.
Meski begitu, ia menjelaskan bahwa penggunaan NIK ini tidak berarti semua pemilik KTP wajib membayar pajak penghasilan (PPh).
Menurut ketentuan tersebut, untuk menjadi wajib pajak tetap harus memenuhi kriteria terlebih dulu.
Syarat warga negara yang wajib membayar PPh adalah orang pribadi yang punya penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
Di dalam UU HPP, pemerintah telah menetapkan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang pribadi, yaitu Rp60 juta setahun.
Wajib pajak itu nantinya akan dikenai tarif PPh sebesar 5%, sedangkan untuk orang pribadi yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar dikenai tarif sebesar 35%.
Sementara itu, UU HPP sendiri dibentuk dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Baca Juga: Apa Fungsi Bayar Pajak ke Pemerintah? Ini Jawaban Sri Mulyani
Di masa pandemi seperti sekarang, langkah ini juga diharapkan dapat mendukung percepatan pemulihan perekonomian.
Selain itu, termasuk pula mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional menuju masyarakat Indnonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Baca Juga: PPN Bakal Naik dari 10 ke 12 Persen, Benarkah Tak Bebani Masyarakat?
Tujuan lainnya ialah mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Untuk mencapai tujuan di atas, UU HPP mengatur kebijakan strategis dengan mengubah sejumlah peraturan terkait perpajakan nasional.
Salah satunya mengubah aturan pajak untuk pengusaha kecil atau pelaku UMKM, yang tidak dikenai pajak selama penghasilan mereka berada di bawah Rp500 juta pertahun.
Mudah-mudahan pelaksanaan aturan pajak tersebut bisa berjalan efektif, ya. (*)