1. Tumbuh liar di kawasan pegunungan
Tak perlu perawatan khusus, tanaman kerben tumbuh secara liar di kawasan pegunungan, tepatnya di ketinggian lebih dari 1300 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Reni menyebutkan, sebenarnya kerben tak hanya bisa didapatkan di Jambi.
Di Lembang, Bandung, pun ada, dan biasanya dipasarkan bersama dengan stroberi.
Tanamannya berupa perdu dengan banyak duri di bagian batangnya, berbeda dari tanaman stroberi yang tidak memiliki batang kokoh.
Karena memang tumbuh liar, tanaman ini tidak memerlukan perawatan khusus.
Sering kali kerben ditemukan di pekarangan rumah warga.
Ketika buahnya tidak dimakan karena begitu berlimpah, maka saat buahnya jatuh dari pohon, bijinya akan tumbuh menjadi bibit baru, sehingga kebun belukar kerben menjadi rimbun.
Menariknya, buah ini tidak mengenal musim. Tanamannya bisa berbuah sepanjang tahun.
Untuk dibuat selai, awalnya buah-buah kerben ini diambil dari tanaman liar.
Namun, ketika kapasitas produksi selai mulai meningkat, tanaman kerben ini mulai dibudidayakan di lahan-lahan telantar.
Baca Juga: 6 Obat Alami untuk Membantu Mengatasi Malaria, Salah Satunya Kemangi
2. Antara stroberi dan raspberry
Kalau melihat buahnya, kerben seperti persilangan antara stroberi dan raspberry.
Bentuknya seperti stroberi, tapi warnanya merah menyala seperti raspberry.
“Hanya saja, teksturnya lebih lembut daripada stroberi. Ukurannya juga lebih kecil. Buah yang sudah matang sempurna dengan warna merah menyala rasanya manis dengan sedikit asam. Ada bagian lembut berwarna putih di bagian tengah buah. Ini yang tidak ditemukan pada stroberi,” kata Reni.
Ia bercerita, buah ini biasa dijadikan camilan bagi anak-anak desa.
Sepulang sekolah mereka kerap mengumpulkan kerben, lalu merajutnya dengan rumput.
Siapa yang rangkaian kerben paling panjang, dia yang menang. Setelah itu, baru mereka santap ramai-ramai.
Petani juga sering mengonsumsi buah kerben segar.
Sepulang dari ladang, atau ketika dalam perjalanan pulang-pergi ke ladang, mereka memetik dan mengonsumsi buah ini.