Parapuan.co - Balita adalah usia emas pada anak ketika sejumlah besar pertumbuhan fisik, emosional, dan kognitif terjadi.
Karena perubahan pesat yang terjadi pada tubuh dan pikiran kecilnya, balita juga peka terhadap dunia sekitarnya dan cenderung merasa stres.
Rangsangan yang bertubi-tubi, termasuk rutinitas yang banyak, lingkungan toksik, pengasuhan, pola makan, bahkan perpisahan orang tua turut berkontribusi.
Baca Juga: 7 Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak agar Termotivasi untuk Belajar
"Jadi orang tua perlu waspada terhadap perilaku dan tindakan yang tidak biasa atau mencurigakan." ujar Rene Hackney, psikolog perkembangan dan pendiri Parenting Playgroups and Parenting, mengutip Parents.
Tanda Balita Stres
"Hanya dengan mendengarkan komentar dan kata-kata atau mengamati perilaku dapat memberikan petunjuk signifikan tentang adanya stres," ujar Rene.
Ia menyebut, ada beberapa tanda-tanda yang dialami anak balita mengalami stres, antara lain:
- Perubahan kebiasaan tidur dan makan
- Mimpi buruk dan ketakutan pada waktu tidur
- Perubahan emosi (sedih, lekat, menarik diri, atau marah)
- Meningkatnya tantrum (tangisan dan amukan)
- Penyakit fisik (sakit kepala, sakit perut, dan batuk)
- Cemas atau gugup
- Kebiasaan aneh (mengunyah rambut atau mengisap jempol)
- Perubahan buang air besar
Meski tanda-tanda tersebut belum tentu menunjukkan gejala stres, namun sering kali berhubungan dengan perilaku buruk, kebiasaan, atau pertumbuhan.
Penyebab Balita Stres
Berikut adalah penyenan balita stres secara umum, meliputi:
1. Kecemasan akan perpisahan
Balita berpotensi mengalami cemas akan perpisahan kala mereka memasuki lingkungan baru, termasuk pra-sekolah, penitipan anak, dan pengasuhan yang berubah.
Mereka akan berpisah lebih lama dari pengasuhnya, baik itu orang tua atau baby sitter mereka.
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kemelekatan, kesulitan dengan perpisahan, atau kegugupan karena jauh dari pengasuh utama.
Baca Juga: Ciptakan Bonding, 10 Rahasia Kebahagiaan Ibu dan Anak di Tengah Pandemi
2. Perubahan dinamis pada keluarga
Perubahan besar dalam keluarga seperti kematian, perceraian, kehilangan pekerjaan orang tua, atau rumah baru dapat membuat balita stres.
Kombinasi emosi yang meningkat, jadwal yang terganggu, dan rutinitas yang tidak biasa dapat membuat anak balita mengalami stres.
Bahkan, perubahan positif seperti kelahiran saudara kandung bisa membuat stres karena harus menyesuaikan diri dengan cara hidup yang berbeda.
3. Potty Training
Mengajarkan anak agar mandiri untuk latihan potty atau buang air ke kamar mandi pasti menghadirkan tantangan tersendiri.
Tak hanya stres bagi orang tua, melainkan balita itu sendiri mengalami tekanan untuk belajar agar mandiri.
Pastikan melakukan potty training dengan berkonsultasi dengan dokter anak terlebih dahulu, sebab kesiapan anak untuk mandiri itu berbeda-beda.
Baca Juga: Orang Tua Perlu Tahu, Ini Gejala dan Cara Mengatasi Depresi pada Anak!
4. Rutinitas Berlebihan
Menjadwalkan balita untuk kegiatan yang berbeda atau terburu-buru dari satu tempat ke tempat lain dapat menciptakan stres.
Meski kamu mendorongnya untuk menguasai banyak keterampilan, itu justru tidak efektif jika dilakukan dalam jumlah banyak sekaligus.
Kenali minat anak terlebih dahulu, apa yang ia sukai dan tanyakan pada mereka tentang aktivitas yang ingin dilakukan.
Jika Kawan Puan melihat tanda-tanda tersebut, berikan perhatian ekstra kepada balita dan berikan waktu untuknya beristirahat.
Kemudian jika ada kekhawatiran bahwa perilaku anak menjadi lebih ekstrem, mintalah nasihat dari seorang profesional. (*)