Pada dasarnya kita menghadapi segala kecemasan, gangguan dari dunia luar, dan sebagainya, pertama kali dengan kepala.
Kita memikirkannya: mengapa begini, mengapa begitu. Kita terus-menerus dipaksa berpikir tanpa henti, yang ternyata toh tidak membawa kita ke mana-mana kecuali ke kondisi yang digambarkan Rupi dengan lugas lewat puisi terdepan di bagian “Kepala”: aku berada di ruang tergelap hidupku.
Pintu keluar dari “ruang gelap” itu adalah kesadaran bahwa emosi kita valid. Itulah hati.
Rupi menulis: kumau kau hapus habis/ semua yang kau tahu soal cinta/ dan mulai dengan satu kata/ kasih/ berikan kepada mereka/ izinkan mereka memberikanmu/ jadilah dua pilar/ setara dalam cinta/ dan imperium pun niscaya kukuh di punggungmu.
Rupi mengajak mempertanyakan kembali pengetahuan kita, dan memberi ruang lebih untuk menyadari kondisi emosional kita.
Kemudian kita perlu istirahat. Kita perlu rehat sejenak. Rehat yang Rupi maksud bukan serta-merta mengasingkan diri dari segalanya, tetapi menyesuaikan diri untuk tetap memberi porsi yang adil bagi diri dan dunia luar.
Misalnya dalam konteks profesional, Rupi bilang: kita bisa bekerja/ sesuai ritme kita/ dan tetap bisa/ sukses juga. Rehat yang sehat adalah rehat yang adil pada diri dan sekitar.
Baca Juga: Ingin Menghadapi Masa Depan Tanpa Khawatir? Praktikkan 3 Hal Ini
Kesadaran adalah ujung dari perjalanan panjang manusia berurusan dengan kepala, hati, dan mengerti pentingnya rehat.
Kesadaranlah yang bisa menjadikan kita sanggup membedakan mana kenyamanan yang layak, dan mana yang justru melenakan, begitu pula sebaliknya: mana ketidaknyamanan yang semestinya dijalani, dan mana yang toksik.
Rupi menemukan “keseimbangan” itu dalam perjalanannya menuju kesadaran diri: aku berhenti melawan/ perasaan tidak nyaman/ dan menerima bahwa kebahagiaan/ tidak berhubungan/ dengan rasa nyaman sepanjang waktu// - seimbang.
Rupi, melalui Home Body, memberikan perspektif menarik bagi pembaca untuk menuju hidup yang lebih berkesadaran, lebih mindful, bahwa perjalanan kita bukanlah dari ketidaknyamanan menuju kenyamanan.
Lebih dari itu, kita sebetulnya meninggalkan ketidaknyamanan yang toksik dan membelenggu, dan memilih ketidaknyamanan yang memungkinkan kita bertumbuh—ketidaknyamanan yang sehat.
Jika Kawan Puan tertarik ingin membaca buku Home Body ini, informasi lebih lanjut bisa kamu dapatkan melalui tautan berikut ini.
Oleh: Udji Kayang | Penerbit KPG