Banyak Pekerja Resign selama Pandemi Covid-19, Ini Hal yang Perlu Dilakukan Perusahaan

Arintha Widya - Kamis, 21 Oktober 2021
Menyikapi resign besar-besaran yang terjadi di perusahaan.
Menyikapi resign besar-besaran yang terjadi di perusahaan. Yok_Piyapong

Perusahaan pun punya andil dalam mengatasi karyawan yang merasakan stres dan burnout selama bekerja di masa pandemi Covid-19.

Psikolog Christina Maslach berpendapat bahwa resign besar-besaran seolah menjadi bukti, bahwa stres kerja kronis belum dikelola dengan baik oleh atasan.

Dengan banyaknya orang yang menyerahkan surat pengunduran dirinya ketika pandemi belum juga berakhir, perusahaan bisa mulai berbenah.

Baca Juga: Tak Perlu Resign, Ini Tips Pindah Karier di Perusahaan yang Sama

"Ada pengurangan massal dan sangat mahal bagi pemberi kerja untuk mengimbangi jumlah orang yang pergi," tutur Jennifer Moss, seorang pakar kesejahteraan tempat kerja.

"Mengingat ini adalah masalah mendasar sekarang, lebih banyak perusahaan yang ikut dalam program-program pembenahan," tambahnya.

Dan yang paling penting, mestinya masalah burnout karyawan ini menjadi fokus utama dan dianggap serius oleh perusahaan.

Perusahaan perlu menentukan sikap yang menurut Christina Maslach bisa dicoba, karena tidak ada obat burnout yang cocok untuk semua orang.

Maka itu, perusahaan dapat memfokuskan pembenahannya pada bisnis meliputi beberapa hal berikut:

- Menciptakan beban kerja yang dapat dikelola

- Memberi karyawan kendali atas pekerjaan mereka

- Menghargai dan mengakui pekerjaan yang bagus, baik secara finansial maupun verbal

Baca Juga: Mengenal Hybird Working, Budaya Kerja yang Muncul Sejak Pandemi

- Memperlakukan pekerja dengan adil dan setara

- Membantu pekerja menemukan nilai dalam pekerjaan mereka

Untuk mengetahui harus mulai dari mana, Christina menyarankan perusahaan bertanya kepada karyawan mereka.

Atasan tidak bisa hanya melihat masalah dari permukaannya saja tanpa melihat lebih dalam apa yang dialami karyawannya.

Dengan begitu, para eksekutif bisa berpartisipasi mendukung kesehatan mental karyawan dan membantu mereka menemukan work-life balance. (*)

Sumber: Time
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania