Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan menjadi permasalahan kompleks yang marak terjadi.
Parahnya, kekerasan yang terjadi seperti pelecehan seksual dapat berdampak negatif pada kesehatan otak.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Brain Imaging and Behavior yang dilansir via Verywellmind menemukan bahwa trauma seksual dapat berdampak negatif pada kesehatan otak perempuan.
Penelitian ini menemukan bahwa pengalaman traumatis dikaitkan dengan white matter hyperintensities (WMH), yaitu lesi di otak yang muncul dalam pemindaian otak dan mungkin menjadi penanda awal demensia.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Berupa Beauty Bullying, Ini Pendapat Psikolog
Penelitian dilakukan dengan 145 perempuan penyintas kekerasan pada perempuan mengenai peristiwa traumatis.
Para peneliti menemukan bahwa 68% peserta melaporkan setidaknya satu trauma, dengan kekerasan seksual menjadi trauma yang paling banyak dilaporkan, pada tingkat 23%.
Hasil menunjukkan bahwa peserta dengan paparan trauma memiliki lebih banyak WMH daripada mereka yang tidak trauma.
Trauma yang paling berkaitan dengan WMH adalah serangan seksual, yang mungkin merupakan penanda awal demensia.
Sementara penelitian ini adalah yang pertama dengan sampel perempuan untuk menyoroti hubungan antara pengalaman traumatis dan WMH yang lebih besar, yang mungkin menunjukkan kesehatan otak yang lebih buruk.
Seperti kaitan kejahatan seksual dengan kesehatan otak penyintas.
Berkaitan dengan kekerasan pada perempuan, perempuan layak aman dari trauma.
Psikolog klinis berlisensi, yang merupakan salah satu pendiri dan direktur Center for Cognitive Behavioral Therapy and Mindfulness, Suraji Wagage, PhD, JD, mengatakan bahwa temuan ini menunjukkan kekerasan seksual menyebabkan kesehatan otak yang buruk.
Walaupun tidak membuktikan hubungan sebab akibat, ini menggarisbawahi tingkat keparahan dari serangan seksual.
Ia menjelaskan bahwa terapis yang menangani trauma mengetahui fakta bahwa trauma seksual berbeda dari jenis trauma lainnya dalam hal sejauh mana trauma tersebut dapat mempengaruhi penyintas.
"Ini adalah pelanggaran yang sangat pribadi dan menyakitkan yang sering menghancurkan sebagian dari keyakinan kita yang paling dalam tentang orang lain dan dunia serta keselamatan dan kemampuan kita untuk mempercayai orang lain," katanya.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan, Kenali Tanda-tanda dan Cara Membantu Penyintas
Penelitian ini menunjukkan perlunya menganggap serius kekerasan seksual sebagai risiko bagi kesehatan mental dan fisik.
Suraji menjelaskan, sama halnya dengan kerugian fisik, kerugian psikologis merupakan sesuatu yang harus diatasi.
Terutama kerugian yang dapat memengaruhi perempuan.
Pasalnya, kesehatan psikologis sangat memengaruhi kesehatan fisik.
Maka itu, kejahatan seksual merupakan permasalahan serius yang perlu diperhatikan oleh banyak pihak.
Psikiater dan direktur medis regional untuk Community Psychiatry + MindPath Care Centers, Leela R. Magavi, MD, mengatakan, "Kami membutuhkan lebih banyak data untuk memahami bagaimana berbagai bentuk trauma dapat memengaruhi otak individu."
Ia juga menjelaskan bahwa meskipun perempuan dengan penyakit kardiovaskular, stroke, atau demensia dikeluarkan dari penelitian ini, penting untuk mengakui bahwa faktor-faktor lain juga bisa memengaruhi.
Faktor-faktor lain seperti tumor otak, kekurangan vitamin, infeksi, migrain, penyakit autoimun, dan penyakit demielinasi dapat menjadi penyebab.
Leela menyoroti bagaimana individu yang mengalami trauma cenderung mengalami kesulitan dengan kecepatan pemrosesan, memori kerja, dan produktivitas.
"Penelitian lebih lanjut dapat membantu dokter mendiagnosis dan mengobati perubahan kognitif jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik yang diamati pada individu dengan gangguan stres pascatrauma," ungkapnya.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Berbentuk Stalking, Begini Cara Menghadapinya
Leela menjelaskan bahwa usia seseorang pada saat terjadi trauma sangat penting.
Selanjutnya, dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk membedakan perubahan neurologis berdasarkan apakah seseorang mengalami trauma selama masa kanak-kanak atau dewasa.
Penting juga untuk memastikan bagaimana pengalaman traumatis yang berbeda seperti pengabaian, pelecehan emosional, pelecehan fisik, dan pelecehan seksual secara independen dapat memengaruhi otak.
Trauma dapat memengaruhi individu dengan cara yang tak terhitung jumlahnya akibat perubahan neurologis.
Pasalnya, Leela menyoroti bagaimana hal itu dapat memicu atau memperburuk masalah harga diri, kecemasan, dan depresi.
Paparan kronis akibat trauma kekerasan pada perempuan dapat menyebabkan penggunaan narkoba, depresi, dan gangguan kecemasan termasuk gangguan stres pascatrauma.
(*)