Parapuan.co - Nama Cut Nyak Meutia mestinya sudah tak asing jika kamu masih mengingat pelajaran sejarah di sekolah tentang pahlawan perempuan Indonesia.
Cut Nyak Meutia merupakan pahlawan perempuan asal Aceh yang turut berjuang melawan penjajahan Belanda.
Apabila kamu lupa-lupa ingat dengan wajahnya, coba buka dompet karena sosok Cut Nyak Meutia diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp1.000.
Jangan hanya wajahnya, sebaiknya kamu juga mengingat perjuangan sang pahlawan dalam turun ke medan perang sebagai seorang perempuan.
Seperti apa kisahnya hingga menjadi pahlawan nasional? Simak biografi singkat Cut Nyak Meutia seperti mengutip dari Kompas.com berikut ini!
Baca Juga: Kisah Cut Nyak Dhien, Perempuan Bangsawan yang Turun ke Medan Perang
Kehidupan pribadi Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia atau Cut Meutia lahir di Pirak, Aceh Utara, Kesultanan Aceh, 15 Februari 1870.
Ia adalah anak perempuan satu-satunya dari pasangan Teuku Ben Daud Pirak dan Cut Jah yang merupakan keturunan Minangkabau.
Sang ayah, yakni Teuku Ben Daud Pirak ialah seorang ulama dan pemimpin pemerintahan di daerah Pirak.
Menjadi putri seorang ulama sekaligus pemimpin pemerintahan membuat Cut Meutia banyak dididik tentang ilmu agama serta menggunakan pedang.
Tak heran jika jiwa petarung sudah tumbuh semenjak muda, hingga ia menjadi sosok pemberani yang tak gentar berperang melawan Belanda.
Semasa hidup, Cut Meutia menikah tiga kali. Bersama suami keduanya, yaitu Teuku Chik Muhammad, ia mulai turun ke medan perang.
Pada tahun 1901, Teuku Chik Muhammad menyerang Belanda secara mendadak hingga berhasil menghancurkan pertahanan kompeni.
Atas keberhasilan tersebut, ia diangkat menjadi Bupati Keureutoe oleh Sultan Aceh.
Namun, tahun 1905 Chik Muhammad ditangkap Belanda, dimasukkan ke dalam penjara, dan ditembak mati.
Baca Juga: Kisah Dewi Sartika, Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat
Kisah perjuangan Cut Meutia
Usai suami keduanya meninggal dunia, Cut Meutia menikah lagi dengan Pang Nanggroe dan kembali terjun ke medan perang bersama-sama.
Semasa hidupnya, Cut Meutia dikenal ahli dalam mengatur strategi pertempuran dengan taktik serang dan mundur.
Taktiknya kerap membuat pertahanan militer Belanda porak-poranda, sampai ia sempat dibujuk untuk menyerahkan diri.
Akan tetapi, perempuan pejuang ini menolak dan melanjutkan perlawanan pada Belanda.
Ia dan Pang Nangrooe bahkan saling bekerja sama sebagai pasukan yang berada di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe.
Suatu ketika, pasukan Teuku Muda Gantoe bertempur dengan Korps Marechausee di Paya Ciem.
Cut Meutia bersama para perempuan lain melarikan diri ke hutan, sementara Pang Nangroe melanjutkan perang hingga tewas pada 26 September 1910.
Mendengar suaminya gugur, Cut Meutia bangkit.
Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sembari bergerak menuju Gayo melewat hutan belantara.
Baca Juga: Kiprah Nyai Ahmad Dahlan hingga Diangkat Jadi Pahlawan Nasional
Akhir hayat
Tak berselang lama, Cut Meutia bersama pasukannya ditemukan oleh Belanda di tempat persembunyian di Paya Ciem.
Belanda memintanya menyerah, tetapi ia menolak sembari tetap melawan dengan rencong (senjata khas Aceh) di tanggannya.
Lantaran melawan, Belanda menembakkan tiga peluru yang mengenai kepala dan dada Cut Meutia.
Cut Meutia pun gugur pada 24 Oktober 1910.
Jasadnya dikebumikan di Alue Kering, Aceh.
Tahun 1964, ia diberi gelar pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964.
(*)