Parapuan.co - Kawan Puan, Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi menuai pro-kontra dari netizen Indonesia.
Banyak kesalahpahaman terkait aturan yang ditujukan untuk melindungi mahasiswa dari kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan ini.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim pun memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menceritakan kisah seorang mahasiswi.
Di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, seorang mahasiswi mengalami kekerasan seksual hingga depresi dan memutuskan berhenti kuliah.
Nadiem menyoroti dampak kekerasan seksual yang dapat menyebabkan trauma mendalam.
Baca Juga: Banyak Pro Kontra, Nadiem Makarim Tegaskan Permendikbud 30/2021 Berperspektif pada Korban
Kejadian yang terjadi sekitar dua tahun yang lalu menimpa mahasiswi yang menjadi korban kekerasan seksual saat tengah melakukan bimbingan skripsi dengan seorang dosen.
Dengan hati-hati, Nadiem menceritakan awal mula kejadian saat mahasiswi dan dosen tersebut melakukan bimbingan dalam suatu ruangan.
Dosen itu kemudian melakukan sentuhan fisik yang non konsensual kepada mahasiswi bimbingannya.
"Lalu dipegang tangannya dan dipaksakan menyebut saya cinta kamu. Lalu secara paksa dia dicium oleh dosennya," cerita Nadiem dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/11/2021), dikutip dari Kompas.com.
Nadiem juga menyatakan bahwa mahasiswi tersebut mengalami kesulitan untuk dipercaya oleh teman-temannya dan dosen lainnya.
Lingkungan di sekitar mahasiswi tersebut justru menyebutkan segala stigma risiko yang akan ditanggungnya sebagai korban kekerasan seksual.
Nadiem menambahkan bahwa mahasiswi tersebut akhirnya depresi dan memiliki trauma yang sulit untuk dipulihkan.
"Ini adalah suatu trauma yang sangat mendalam secara psikologis, sangat sulit untuk memulihkan daripada trauma ini, dan dampaknya permanen seumur hidup," jelas Nadiem.
Nadiem menyadari bahwa ini adalah satu dari ratusan ribu kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Ia berpendapat bahwa seperti ini adalah alasan negara harus mengawasi, mencegah, dan bergerak memerangi kekerasan seksual.
Baca Juga: Dukung Permendikbud PPKS, Cinta Laura Suarakan Pentingnya Consent
"Indonesia tidak bisa mempunyai mimpi bahwa perguruan tinggi bisa menyediakan pendidikan yang berkualitas kelas dunia, jika mahasiswa dan dosen merasa tidak aman dan tidak nyaman di kampus," tegas Nadiem.
"Dan dampak dari satu kejadian saja, satu kejadian saja, bisa dirasakan seumur hidup, seumur hidup," imbuhnya.
Maka itu, penting untuk mengesahkan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
Aturan tersebut nantinya menjadi landasan hukum bagi petinggi perguruan tinggi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Peraturan Mendikbud Ristek tersebut juga menjelaskan bentuk tindakan kekerasan seksual.
Mulai dari tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, hingga melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam aturan tersebut, ada 21 bentuk kekerasan seksual yang tertulis.
Baca Juga: Nadiem Makarim Sebut 4 Hal yang Harus Dilakukan Kampus saat Ada Kekerasan Seksual
Nadiem meminta perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Perguruan Tinggi juga memiliki kewajiban melakukan penanganan terhadap korban melalui pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan.
(*)