Parapuan.co - Satu tahun belakangan ini, Taylor Swift kerap mencuri perhatian lantaran ia merilis ulang album dan single terdahulunya.
Baru-baru ini, penyanyi asal Amerika Serikat itu kembali merilis album yang sebelumnya sudah dirilis pada tahun 2012 lalu, yakni Red.
Bukan tanpa alasan, ia merilis kembali album-albumnya lantaran ia ternyata tidak memiliki hak atas rekaman master lagu-lagu dalam albumnya, Kawan Puan.
Sebab, saat seorang musisi menandatangani kontrak dengan sebuah label rekaman, maka label tersebutlah yang memiliki hak cipta atas lagu tersebut.
“Inilah yang terjadi ketika kamu menandatangani perjanjian saat berusia 15 tahun dengan orang yang menganggap bahwa ‘royalti’ hanya sebatas konsep kontrak,” ujar Taylor dalam sebuah unggahan di akun Tumblr miliknya tahun 2019 lalu, dikutip dari CNN Business.
Baca Juga: Sebelum Tanda Tangan Kontrak, Lakukan 4 Hal Ini agar Tak Salah Langkah
Hal senada juga diungkapkan oleh Wendi Putranto, salah satu penggagas M Bloc Space, pendiri Brainwashed Management, sekaligus mantan jurnalis musik Rolling Stone Indonesia.
Menurutnya, ketika musisi berada di bawah naungan sebuah label rekaman, maka memang label itulah yang memiliki hak atas aset rekaman artis.
“Label-label besar itu memang memiliki sound recording rights, asetnya itu dimiliki oleh label, bukan artisnya. Karena, kan, mereka yang invest besar di rekaman, promosi, dan budget lain. Makanya, kontrak masternya itu dipegang oleh label,” ujar Wendi saat dihubungi PARAPUAN, Senin (17/11/2021).
Terkait hal tersebut, agar hal serupa tidak terjadi pada musisi muda saat ini, Wendi juga menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum musisi akhirnya menandatangani kontrak.