Parapuan.co - Sebagai masyarakat yang menikmati berbagai informasi, kehadiran era digital mempermudah kita memperoleh berita bahkan data.
Ada banyak media tempat kita mencari informasi. Mulai dari televisi, radio, media cetak yang merupakan media konvensional. Di samping itu, ada juga media baru seperti media online atau media sosial.
Banyaknya sumber informasi yang kita peroleh mengharuskan kita memiliki kapasitas literasi media yang kuat.
Maksudnya, kita harus memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi serta mengomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media.
Saat kita memiliki literasi media yang kuat, jebakan hoax, ujaran kebencian, ajakan kekerasan, atau pun konten porno yang kerap kali hadir sebagai sebuah residu dari melimpahnya informasi tidak akan mengenai kita.
Baca Juga: Seorang ARMY Bangladesh Diduga Mengalami Kekerasan pada Perempuan
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela juga membenarkan hal diatas.
Hal tersebut disampaikan saat beliau menjadi narasumber dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang diselenggarakan KPI Pusat di kota Sorong, Papua Barat pada 17 November 2021 kemarin.
Anggota Bhayangkari Papua Barat yang menjadi audiens dalam acara tersebut antusias mendengar pemaparan Hardly.
Menurut Hardly, hingga saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih menonton televisi baik melalui siaran free to air (FTA) maupun melalui televisi berlangganan (Pay TV).
Memang sebagian besar sudah mulai beralih menggunakan internet, tetapi televisi masih menjadi media favorit dan sumber rujukan masyarakat.
Perbedaan Media Lama dan Baru
Masih dalam acara yang sama, Hardly kemudian menjelaskan perbedaan signifikan pada keduanya.
Secara prinsip, media konvensional seperti televisi dan radio, hadir di masyarakat sebagai sebuah entitas bisnis yang terikat dengan regulasi serta tanggung jawab sosial.
Berbeda dengan media baru yang sampai saat ini belum memiliki ketegasan regulasi konten.
Selain itu, media baru bisa dikelola oleh masing-masing individu. Dalam hal ini, individu tersebut tidak memiliki kewajiban sosial di masyarakat.
“Jangan heran kalau hoax, ujaran kebencian, atau pornografi memiliki lahan yang subur di media baru, karena belum ada regulasi yang rinci tentang konten di sana”, terang Hardly.
Baca Juga: Menggelapkan Sertifikat Tanah, Nirina Zubir Ungkap Perangai Buruk ART
Teladan dalam Konsumsi Media
Dengan acara ini, peserta yang merupakan kaum Ibu diharapkan dapat memberikan keteladanan pada anak-anak dalam mengonsumsi media.
Salah satu cara terbaik dalam konsumsi media ialah menonton siaran televisi yang baik dan meninggalkan siaran televisi dengan konten negatif.
Hardly juga mengingatkan pada kaum ibu di Papua Barat untuk memahami tentang penggunaan fitur kunci parental pada televisi berlangganan.
Fitur ini sangat bermanfaat bagi orang tua karena dapat mengatur saluran mana saja yang dapat diakses anak-anak dan mana yang tidak.
Walau ada fitur bemanfaat tersebut, orang tua sebaiknya selalu hadir dan mendampingi anak saat menonton televisi atau pun mengakses media lainnya.
Hal di atas menjadi penting mengingat sebagian besar wilayah Papua Barat hanya dilayani oleh lembaga penyiaran berlangganan atau Pay TV.
GLSP di kota Sorong merupakan penutup rangkaian GLSP yang berlangsung sepanjang tahun 2021.
Dalam acara tersebut, ada narasumber lain yang hadir. Mereka adalah dr Feilin Tanita, Sp.KJ selaku Ketua Bhayangkari Cabang Manokwari, serta Martha Victoria dari Academy Indosiar.
Baca Juga: BERITA TERPOPULER TRENDING TOPIC: Kasus Nirina Zubir hingga Subscriber Ria Ricis
Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Irjen Pol Dr Tornagogo Sihombing dan Ketua Bhayangkari Daerah Papua Barat Martha Tornagogo Sihombing, turut hadir memberikan sambutan serta membuka acara.
Semoga acara positif lainnya bisa terselenggara ya, Kawan Puan.
(*)