Parapuan.co - Kawan Puan, sangat menggembirakan bahwa perfilman Indonesia dalam satu tahun terakhir ini berkembang pesat hingga ke dunia internasional.
Isu-isu yang disampaikan pun lebih beragam, termasuk permasalahan yang dialami oleh banyak perempuan, seperti kekerasan seksual dan pernikahan di bawah umur.
Terciptanya banyak film Indonesia yang memiliki perspektif perempuan tentunya didukung oleh lebih terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di industri film Indonesia.
PARAPUAN berkesempatan menghadiri Feminist Festival 2021 dengan diskusi Film dalam Perspektif Feminisme yang digelar pada hari Sabtu (27/11).
Baca Juga: Tak Boleh Diremehkan, Ini Kata Gina S. Noer Soal Pentingnya Suara Penonton Film Perempuan
Pada diskusi tersebut, partisipan diajak untuk berdiskusi soal cara menciptakan film dan industrinya yang ramah perempuan.
Aktris dan penyanyi peraih Piala Citra, Mian Tiara, menceritakan pengalamannya bekerja sebagai perempuan di industri film Indonesia.
Mian baru saja menyelesaikan syuting untuk dua film yang menceritakan kisah perempuan, Yuni dan Penyalin Cahaya.
Film yang berperspektif perempuan dan didukung oleh pembuat film perempuan ternyata terbukti membuat suasana syuting lebih aman dan nyaman.
Baca Juga: Menang Nominasi Terbanyak di FFI 2021, Ini Deretan Karakter Perempuan di Film Penyalin Cahaya
"Waktu syuting Penyalin Cahaya aku marasa aman dan nyaman," cerita Mian Tiara.
Dia merasa bahwa kini kesadaran akan pentingnya menghargai perempuan di lokasi syuting sudah tercipta.
"Kini saat berkreasi kita sudah tidak dipusingkan lagi dengan sex jokes. Semua bisa saling respect," sambungnya.
Ternyata, keberadaan sutradara dan produser perempuan di lokasi syuting sebuah film sangat berpengaruh dengan keamanan proses kerja.
Adanya relasi kuasa di Indonesia membuat posisi perempuan sebagai pemimpin di industri film dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Aktris Hannah Al Rashid yang menjadi moderator dalam diskusi ini pun menambahkan, "Adanya sutradara, produser, pemain utama perempuan membuat ruang aman dari kekerasan tercipta."
Bagi Mian, cara untuk melestarikan ruang aman dari kekerasan pada perempuan di ruang kerja industri film adalah dengan edukasi.
Baca Juga: Women Support Women Jadi Kunci Kesetaraan bagi Perempuan di Industri Film
Selain edukasi tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual, para kru dan pemain harus belajar soal merespons pengaduan.
"Kadang kita simpati namun tidak tahu harus merespons apa kepada korban dan malah memberikan respons yang salah," katanya.
Maka, adanya divisi khusus pelaporan tindak kekerasan terhadap perempuan di sebuah lokasi syuting itu sangat penting.
Baca Juga: Catat! 3 Layanan Pengaduan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak
Trauma penyintas sama bahayanya dengan sakit fisik, jika divisi pengaduan cedera dapat terwujud, maka untuk penanganan kekerasan seksual pun seharusnya bisa.
Hal penting lainnya menurut Mian Tiara adalah riset terkait isu perempuan yang diangkat dalam film yang dibuat.
Aktivis dan pembuat film, Anggun Pradesha, pun setuju dengan pendapat Mian Tiara tersebut.
"Penting untuk menumbuhkan simpati dan empati terhadap isu perempuan yang akan diangkat," kata Anggun.
"Ngomong banyak dan ketemu dengan orang-orang yang isunya kita angkat itu penting," tambahnya.
Hasil riset soal isu atau tokoh perempuan yang diangkat dapat menjadi acuan untuk seluruh kru agar menghargai karya dan latar cerita dari film yang dibuat mereka.
Adanya rasa menghargai dan menghormati isu perempuan tersebut dapat menciptakan kesadaran lebih untuk tidak melakukan tindak kekerasan seksual di lokasi syuting.
Baca Juga: Raih Lagu Tema Terbaik, Mian Tiara Dedikasikan Piala Citra untuk Penyintas Kekerasan Seksual
Kawan Puan, kita boleh bergembira karena kini industri film Indonesia semakin ramah terhadap perempuan.
Namun, edukasi soal pentingnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan masih belum tersebar secara merata.
Kampanye anti kekerasan seksual di lokasi syuting seperti yang diinisiasi Hannah Al Rashid dan Mian Tiara menjadi senjata ampuh dalam melawan tindakan tak terpuji tersebut.
Sebagai penonton, Kawan Puan dapat ikut menggaungkan kampanye tersebut, mendukung film-film karya sutradara perempuan, dan menonton film yang berperspektif feminisme.
Baca Juga: 4 Karakter Guru Perempuan Berdaya dan Inspiratif dalam Film Indonesia
(*)