Parapuan.co - Sejak awal pandemi Covid-19 dua tahun lalu, topik mengenai keberlanjutan telah hangat dibicarakan di ranah bisnis dan ekonomi.
Untuk itu, ICAEW (The Institute of Chartered Accountants in England and Wales), menyelenggarakan konferensi bertajuk "The Indonesia International Conference for Sustainable Finance and Economy".
Tidak sendiri, ICAEW juga bekerja sama dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) dan Univesitas Katolik Parahyangan (Unpar).
Konferensi tersebut diadakan belum lama ini untuk menyoroti perspektif tentang perubahan iklim dan keberlanjutan dari sektor pemerintah, bisnis, kebijakan publik, serta lingkungan.
Baca Juga: Langkah Pertamina Wujudkan Keberlanjutan dalam Bisnis dan Lingkungan
Konferensi juga menandai upaya kolaborasi antara Inggris dan Indonesia, melanjutkan diskusi COP26 di Glasgow yang berakhir pada 13 November lalu.
Berdasarkan press rilis yang diterima PARAPUAN, konferensi fokus pada diskusi tentang tren konsumen dan investor yang semakin menilai bisnis berdasarkan kredensial lingkungan.
Para investor saat ini sangat mempertimbangkan aspek Environment, Social, dan Governance (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola - ESG) dalam membuat keputusan bisnis.
Dari persoalan itulah, konferensi ini menghasilkan konsensus bahwa pemerintah, akademisi, dan badan otoritas harus memberikan arahan guna membantu organisasi bisnis lainnya untuk dapat beradaptasi dan mendorong perubahan sistemik yang diperlukan.
Para pembicara juga sepakat bahwa UN Sustainable Development Goals (SDG) dapat memberikan kerangka kerja untuk mencapai dunia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih hijau.
Michael Izza selaku Chief Executive of ICAEW berharap, hasil dari kerja sama melalui konferensi ini menginspirasi semua pihak untuk mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan.
"Kami sangat bangga para pakar ahli dari bidang keuangan, bisnis, kebijakan publik, dan sektor lingkungan dapat berpartisipasi," ucap Michael Izza.
"Saya berharap acara ini menjadi katalis untuk menginspirasi kita semua, baik dalam kehidupan profesional dan pribadi kita, untuk melanjutkan dan mempercepat upaya kita bersama menuju masa depan yang lebih berkelanjutan," tambahnya.
Senada dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan mengenai upaya pemerintah mewujudkan keuangan yang lebih berkelanjutan.
Baca Juga: Mengenal Green Economy dan Praktiknya dalam Kehidupan Sehari-hari
Apa lagi, Indonesia mempunyai peranan penting terkait kebijakan iklim, sehingga telah menetapkan target emisi nol bersih paling lama tahun 2060.
"Sementara sumber energi campuran masih bergantung pada batu bara, kami berkomitmen untuk tidak menambah pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk mencapai carbon net sink pada tahun 2030," terang Sri Mulyani.
Ia juga mengatakan, "Hal ini sangat penting karena sektor ini (industri batu bara) menyumbang 60% dari emisi Indonesia."
Di samping itu, pihaknya juga menjelaskan peranan pemerintah Indonesia yang baru-baru ini menetapkan penerapan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan yang sejalan dengan UN SDG.
Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan implementasi ESG dalam bisnis dan perekonomian Indonesia.
Kebijakan ini juga bertujuan untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional - NDC) pada tahun 2030.
Selain itu, tujuannya ialah untuk mengurangi 29 persen emisi gas rumah kaca secara mandiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
Mewakili Pemerintah Inggris, HM Economic Secretary to the Treasury of the United Kingdom, John Glen juga mendukung penuh upaya keberlanjutan ini.
Baca Juga: Dukung Pemberdayaan Perempuan dan UMKM Indonesia, Kedubes Inggris Luncurkan Program Essence
"Jelas bahwa untuk mencapai tujuan bersama kita, maka kemajuan di bidang keuangan, baik publik maupun swasta menjadi sangat penting," kata John Glen.
"Itulah sebabnya kami bersama-sama meluncurkan paket inisiatif yang substansial untuk membuka miliaran pendanaan untuk negara-negara berkembang," tuturnya lagi.
Seperti diketahui, kerja sama Indonesia dengan Inggris tak hanya terbatas pada keuangan berkelanjutan sebagaimana terungkap dalam konferensi baru-baru ini.
Pemerintah Inggris melalui Kedutaan Besar di Indonesia juga membantu masyarakat di tanah air, terutama perempuan untuk akses ekonomi digital.
Pihak Kedubes bahkan meluncurkan program Essence untuk memberdayakan perempuan, remaja, dan penyandang disabilitas guna mendukung tujuan mereka. (*)