Jumlah Pasien Kanker Terus Meningkat, Pelayanan Kanker di Indonesia Jadi Tantangan

Maharani Kusuma Daruwati - Kamis, 2 Desember 2021
Pelayanan kanker di Indonesia
Pelayanan kanker di Indonesia Tara Winstead

Parapuan.co - Kanker menjadi salah satu penyakit yang kerap menjadi momok ya, Kawan Puan.

Pasalnya, seperti diketahui, penyakit yang satu ini dikenal mematikan dan tak jarang belum ditemukan obatnya.

Pengobatan kanker pun membutuhkan waktu yang lama serta menguras tenaga dan biaya.

Kementerian Kesehatan RI bersama Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais dan Roche Indonesia menginisiasi pelatihan pertama telementoring ECHO (Extension for Community Health Outcomes).

Model telementoring ini adalah bagian dari Project ECHO yang merupakan sebuah program kemitraan strategis dengan tujuan untuk  meningkatkan akses dan kualitas penatalaksanaan kanker di Indonesia serta mendukung akselerasi pengembangan jejaring kanker nasional.

Baca Juga: Virgil Abloh Meninggal Akibat Kanker Langka Angiosarcoma, Apa Penyebabnya?

Salah satu tantangan utama pelayanan kanker di Indonesia saat ini adalah ketimpangan jumlah dan penyebaran fasilitas pelayanan kanker serta terbatasnya jumlah tenaga medis ahli khusus kanker.

Hingga saat ini, Indonesia hanya memiliki 13 rumah sakit rujukan nasional untuk kanker, di mana lima diantaranya terdapat di Jawa, tiga di Sumatera, dua di Kalimantan, dua di Sulawesi, dan satu di Bali.

Sementara itu, jumlah dokter spesialis penyakit dalam hematologi onkologi medik (Sp.PD-KHOM) di Indonesia hanya mencapai 188 orang, atau sebesar 0,07 dari 100 ribu penduduk.

Jumlah ini masih sangat rendah dibandingkan dengan jumlah yang direkomendasikan berdasarkan UK Royal College of Physician sebesar 1,42 untuk tiap 100 ribu penduduk.

Indonesia juga hanya memiliki 443 dokter spesialis bedah onkologi, 328 spesialis obstetri-ginekologi, konsultan ginekologi onkologi, 959 spesialis patologi anatomi, dan 93 dokter spesialis onkologi radiasi.

Global Burden of Cancer Study (GLOBOCAN) dari World Health Organization (WHO) mencatat, total kasus kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dan total kematian sebesar 234.511 kasus.

GLOBOCAN juga memperkirakan kematian akibat kanker di seluruh dunia akan terus meningkat hingga lebih dari 13,1 juta pada 2030, dengan kenaikan 36,4% dibandingkan tahun 2018.

Melihat peningkatan jumlah prevalensi kanker di Indonesia serta keterbatasan fasilitas kesehatan dan kesenjangan distribusi tenaga medis, pemerintah memahami bahwa perlu adanya kolaborasi aktif antara pemerintah, publik, dan swasta dalam melakukan program pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan bagi para pasien kanker.

“Untuk itu, kami sangat mengapresiasi kolaborasi yang dilakukan antara RS Kanker Dharmais dan Roche untuk mewujudkan Project ECHO di Indonesia. Dengan teknologi dan metode telementoring ini, kami berharap dapat menjangkau semakin banyak tenaga medis di Indonesia untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien kanker, serta mendukung tercapainya Rencana Aksi Nasional Pengobatan Kanker," kata dr. Siti Khalimah, Sp.KJ., MARS, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

Baca Juga: Kasus Kanker Payudara  Lebih Tinggi dari Kanker Serviks, Dokter Ungkap Alasan dan Cara Pencegahannya

Program telementoring ECHO dibentuk dengan menggunakan pendekatan berbagi pengetahuan melalui teknologi antara ahli di rumah sakit pengampu (hub) dan klinisi di daerah yang diampu (spoke).

Prinsip pembelajaran model ECHO adalah dengan menggunakan teknologi untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya (Amplification), berbagi Best practices untuk mengurangi kesenjangan, mempelajari Case-based learning dan memonitor hasil pembelajar dengan web-based Database.

Pada praktiknya, tim ahli akan melakukan pendampingan klinis secara virtual untuk memberikan pelatihan bagi penyedia layanan kesehatan agar dapat memberikan penanganan terbaik bagi para pasien kanker di wilayahnya masing-masing.

“Sebagai pusat kanker nasional, seluruh tim medis di RS Kanker Dharmais berusaha untuk selalu memberikan pelayanan dan perawatan terbaik bagi seluruh pasien kami. Akan tetapi, kami juga sadar akan keterbatasan sumber daya yang ada, termasuk dari sisi teknologi dan jumlah tenaga medis,” kata dr. R. Soeko Werdi Nindito D., MARS, Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Project ECHO sejalan dengan rencana jangka panjang Rumah Sakit Kanker Dharmais untuk membuat jejaring layanan kanker secara nasional agar sistem pelayanan terpadu untuk kanker dapat semakin merata di seluruh Indonesia.

Strategi ini meliputi pembagian layanan kanker menjadi empat strata, yang dibagi berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan, kelengkapan dan jenis alat yang tersedia, serta jumlah dan tingkat keahlian tenaga medis.

Melalui telementoring ECHO, rumah sakit jejaring di berbagai daerah nantinya akan diberikan pengampuan dari Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Pada tahap selanjutnya, saat rumah sakit di daerah telah mampu beroperasi secara independen, maka rumah sakit tersebut akan memberikan pengampuan pada rumah sakit lain di wilayahnya.

“Hadirnya Project ECHO ini diharapkan dapat menjangkau semakin banyak pasien kanker di Indonesia, khususnya di wilayah terpencil, dalam mendapatkan pelayanan dan perawatan kanker.

"Melalui Project ECHO, pasien di berbagai wilayah dapat memperoleh pelayanan langsung tanpa harus datang ke rumah sakit rujukan. Dengan penanganan yang lebih cepat dan lebih baik, diharapkan dapat menurunkan staging kanker serta memperbaiki kualitas dan hasil penatalaksanaan pasien untuk jangka panjang,” ujar dr. Soeko Nindito.

Baca Juga: Bahaya Bagi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan, Ini Cara Cegah Kanker Vagina

Pada tahap awal program telementoring ECHO, sebagai Pusat Kanker Nasional, Rumah Sakit Kanker Dharmais bertindak sebagai hub lead (koordinator jaringan) dengan 11 rumah sakit menjadi spoke seperti Rumah Sakit Sanglah di Bali,  Rumah Sakit Kandou di Manado, Rumah Sakit Hasan Sadikin di Bandung dan Rumah Sakit Abdoel Wahab Sjahranie di Kalimantan Timur. Pada tahun 2022, 11 rumah sakit ini diharapkan dapat menjadi hub dan akan mengampu 99 rumah sakit (spoke) nantinya. Dengan metode ini, Project ECHO dapat dengan cepat mengurangi kesenjangan pengetahuan dan pelayanan penatalaksanaan kanker di Indonesia.

Sebelumnya, penandatangan kemitraan untuk Project ECHO antara Kementerian Kesehatan RI, Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais, dan Roche Indonesia telah dilaksanakan tahun lalu.

Kemitraan ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan kemitraan antara Roche dan ECHO Institute, University of New Mexico Health Sciences Center di tingkat global untuk meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker melalui Project ECHO yang diimplementasikan di beberapa negara seperti Filipina, Myanmar, Malaysia, Pakistan, Ghana, Pantai Gading, Eswatini, Kanada dan Indonesia.

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja