Parapuan.co - Menteri Sosial Republik Indonesia, Tri Rismaharini, kini sedang menjadi pembicaraan publik.
Pada acara peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar Rabu (1/12/2021), Menteri Risma dinilai melakukan tindakan yang tidak berkenan bagi para difabel.
Menteri Risma diketahui memaksa penyandang disabilitas tuli untuk berbicara di depan publik.
Aksi tersebut langsung mendapat teguran dari Stefan, seorang difabel, yang hadir dalam acara peringatan tersebut.
Bagi Risma, semua orang harus memaksimalkan potensi dari bagian tubuh yang diberikan oleh Tuhan seperti mulut dan telinga.
Baca Juga: Sejarah dan Tema Hari Disabilitas Internasional yang Diperingati Setiap 3 Desember
"Tuhan itu memberikan mulut, telinga, mata kepada kita. Yang ingin Ibu ajarkan pada kalian, terutama anak-anak yang menggunakan alat bantu dengar, sebetulnya tidak mesti dia bisu," kata Risma dikutip dari Kompas.com.
"Jadi karena itu, kenapa Ibu paksa kalian untuk bicara, Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita. Mulut, mata, telinga," tambahnya.
Risma tidak menyalahkan para penyandang disabilitas, namun ia ingin mereka untuk mencoba memaksimalkan pemberian Yang Maha Esa.
Ternyata, pemikiran Risma tersebut terinspirasi dari sosok Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia.
Perempuan yang akrab disapa Angkie ini adalah seorang difabel yang juga memiliki kesulitan berbicara.
Risma kilas balik momen pertemuannya dengan Angkie, yang saat itu belum bisa berbicara dengan lancar.
Namun kini Risma menilai sosok Angkie bisa berbicara dengan jelas karena dilatih setiap harinya.
Menteri Risma pun mendorong para difabel yang hadir di acara tersebut untuk tidak menyerah dan tetap mencoba untuk berlatih seperti Angkie.
"Ibu ingin coba berapa kemampuan terutama anak untuk memaksimalkan telinganya, mulutnya, tidak boleh menyerah Stefan, tidak ada kata menyerah," ungkap Risma.
"Tidak boleh berhenti. Kamu boleh belajar, boleh tetap gunakan bahasa isyarat. Tapi Stefan ibu ingin melatih kalian semua untuk tidak menyerah," sambungnya.
Tindakan pemaksaan Risma kepada penyandang disabilitas pun terjadi saat ia mengunjungi pameran lukisan karya anak-anak disabilitas bernama Anfil dan Aldi.
Baca Juga: Agar Lebih Inklusif, Ini 5 Tips Membuat Internet Ramah dan Aksesibel bagi Difabel
Anfil adalah penyandang disabilitas mental dan tuli, namun ia memiliki kemampuan dalam berkomunikasi.
Ia pun menyampaikan beberapa pesan kepada Risma mengenai karya-karya lukisannya.
Berbeda dengan Anfil, Aldi memiliki kesulitan untuk berkomunikasi, maka ketika disuruh bicara, ia hanya diam saja.
Hal itu membuat Menteri Risma memaksa Aldi untuk mencoba berbicara, walaupun Risma mengetahui bahwa Aldi kesulitan dalam berkomunikasi.
"Kamu sekarang Ibu minta bicara enggak pakai alat. Kamu bicara Aldi," kata Risma.
"Bisa kamu bicara," lanjutnya.
Tindakan Risma tersebut langsung mendapatkan kritikan dan kecaman dari banyak pihak.
Bahkan, Stefan, penyandang disabilitas yang hadir pun ikut menegur dan mengedukasi Menteri Risma soal tantangan yang dihadapi para difabel.
"Ibu saya harap sudah mengetahui tentang CRPD bahwasannya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar, tapi tidak untuk dipaksa berbicara," kata Stefan.
Baca Juga: Mengenal Soal Difabel dan Disabilitas, Apakah Perbedaannya?
Stefan menegaskan bahwa bahasa isyarat sangat penting bagi penyandang tuli.
Ia percaya bahwa bahasa isyarat itu bak harta yang paling berharga bagi para penyandang tuli.
Stefan berharap Menteri Risma untuk memahami bahwa kondisi disabilitas ada berbagai macam.
Tidak semua difabel bisa disamakan dengan Angkie atau penyandang lainnya karena proses dan tantangan masing-masing bisa sangat berbeda.
Kini, banyak netizen yang kecewa dengan tindakan Menteri Risma yang dianggap insensitif, terlebih di Hari Disabilitas Internasional ini.
(*)