Parapuan.co - Kawan Puan, banyak cerita yang menyatakan bahwa menjalankan pengasuhan anak tidak dapat dilakukan hanya berbekal teori.
Menurut kesaksian beberapa orang tua, mereka sering jatuh dalam reaksi spontan berupa ledakan emosi yang sulit dikendalikan saat menghadapi berbagai perilaku negatif anak.
Anak-anak memang kadang berperilaku tantrum, membangkang, membantah, dan seterusnya.
Mereka juga merasakan reaksi anak yang tidak sehat dalam menanggapi ledakan emosi orang tuanya.
Kadang reaksi tersebut dapat berupa ketakutan, kadang amarah yang menyiratkan kebencian.
Namun, pasti ada reaksi anak yang membuat banyak orang tua pada akhirnya menyesal dan tak jarang menangis pedih.
Baca Juga: Daripada Membentak, Coba 5 Kebiasaan Baik Ini saat Frustrasi dengan Anak
Pada Jumat (3/12/2021), PARAPUAN perkesempatan hadir dalam acara Virtual Launching Book "Re Parenting Journey" yang membahas banyak soal masalah tersebut.
I Gede Dharma Putra, Founder & CEO School of Parenting menyampaikan, bahwa saat ini data yang menunjukkan angka kekerasan pada anak di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan rilis yang PARAPUAN terima, salah satu penyebab kekerasan tersebut adalah minimnya kesadaran orang tua akan kebutuhan emosinya sendiri yang belum tercukupi saat mereka bertumbuh.
Kawan Puan, hal yang terasa salah dalam hidup (sulit mengendalikan emosi, selalu merasa gagal, sering merasa sebagai korban dan seterusnya) tersebut merupakan panggilan untuk menilik ke jiwa kecil di dalam diri ini.
Ada yang perlu diasuh kembali di dalam jiwa kecil. Oleh karena itu, orang tua butuh untuk re-parenting (mengasuh ulang) diri terlebih dahulu untuk dapat menjalankan parenting yang lebih baik.
Berkaca dari kondisi tersebut, penerbit aPOPmedia berkolaborasi dengan Aleima Sharuna, Lusy Sutedjo, dan School of Parenting.
Kolaborasi tersebut melahirkan sebuah buku berjudul Re-Parenting Journey sebagai teman perjalanan mengasuh diri untuk mencintai lebih baik.
Pada 3 Desember 2021, buku Re-Parenting Journey telah resmi diluncurkan, lo.
Sebelumnya, buku ini telah diperkenalkan pada khalayak melalui program pre order sejak 26 November 2021.
Baca Juga: 4 Pola Asuh Kuno yang Memicu Anak Memiliki Harga Diri Rendah
Buku Re-Parenting Journey memberikan metode "mengasuh ulang diri sendiri" sebagai upaya memutus rantai pola asuh yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Terkadang pola asuh turunan tersebut kurang cocok atau tidak sesuai dengan kebutuhan zaman.
Sebagaimana pendapat Lusy Sutedjo, yang mengatakan bahwa parenting perlu dimulai dari "menang atas diri sendiri" terlebih dahulu.
Hal itu dilakukan sebelum tanpa sadar kita mengasuh anak berdasarkan pola masa lalu.
Bahkan, tak jarang kita menggunakan anak untuk menutup luka batin masa lalu.
Sementara itu, Aleima Sharuna sebagai penulis, mengatakan, "Mengenali apa yang melukai kita di masa kini, dapat membantu kita memahami apa yang belum usai dari masa lalu."
Hal itu juga dapat membantu kiya melihat duka yang datang sebagai pembawa pesan akan diri yang belum usai.
Maka, buku ini pun mencoba menjawab kebutuhan orangtua untuk memahami serta mengendalikan perilaku diri yang cenderung impulsif.
Selain itu, perilaku diri juga dapat menyakiti diri sendiri, pasangan, maupun anak, secara fisik, verbal, ataupun mental.
Dalam buku ini juga memuat berbagai cerita terkait masalah yang kita hadapi saat dewasa.
Baca Juga: Jangan Sampai Menyesal, Ini 7 Pola Asuh yang Sebaiknya Orang Tua Hindari
Selain itu kita diajak kembali memahami bagaimana masa kecil turut membentuk hal tersebut.
Melalui buku ini, diharapkan kita dapat memahami betapa pentingnya mengasuh ulang (re-parenting) jiwa kecil kita.
Kawan Puan, mengasuh ulang penting untuk dilakukan demi kebahagiaan diri dan anak-anak kita.
Nah, Kawan Puan kini sudah dapat memesan buku Re-Parenting Journey yang penting ini.
Ikuti informasi soal pemesanan dan hal-hal menarik lainnya soal buku ini di Instagram resmi @reparentin_journey. (*)