Parapuan.co - Baru-baru ini, ramai kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat
Herry Wiryawan, pelaku kekerasan seksual sekaligus pimpinan yayasan pesantren melakukan kekerasan seksual terhadap dua belas santri perempuannya.
Pelecehan seksual yang dilakukan Herry terhadap santri perempuannya itu sampai mengakibatkan beberapa dari mereka hamil dan melahirkan.
Berikut deretan fakta-fakta terkait kasus kekerasan seksual terhadap dua belas santri perempuan di Bandung tersebut.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan dan Anak dapat Dilaporkan Melaui Layanan Berikut
1. Banyak Korban Hamil dan Melahirkan
Herry melakukan pelecehan seksual terhadap dua belas santri perempuan di pesantren yang ia pimpin.
Dari dua belas korban, beberapa di antaranya ada yang melahirkan dan sedang mengandung.
Diketahui, delapan korban telah melahirkan dan dua korban hamil.
2. Pelaku Telah Ditahan
Kini, Herry Wirawan telah diamankan Polda Jawa Barat.
Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag), Thobib Al-Asyhar mendukung langkah hukum yang diambil kepolisian.
Sementara itu, pesantren tempat kejadian tersebut telah ditutup enam bulan lalu, tepatnya setelah peristiwa ini mencuat ke publik.
"Oknum pimpinan yang diduga pelaku tindak pemerkosaan juga telah ditahan di Polda Jabar untuk menjalani proses hukum," kata dia melansir Kemenag via Kompas.com, Kamis (9/12/2021).
3. Pesantren Telah Dibekukan
Pada saat yang sama, Kemenag telah berunding bersama Polda Jabar dan Dinas Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) Jawa Barat dan mengambil sejumlah langkah.
Adapun langkah pertama yakni membekukan kegiatan belajar mengajar di pesantren tersebut oleh Polda Jabar.
"Sampai sekarang tidak difungsikan sebagai tempat atau sarana pendidikan," ungkap Thobib.
Baca Juga: Ramai di Twitter Ayah di Riau Lakukan Pelecehan Seksual pada Anak saat Ibu Bekerja di Luar Kota
Kedua, Kemenag mengembalikan seluruh siswa ke daerah asal mereka.
Pendidikan dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yang ada di daerah masing-masing santri.
"Dengan difasilitasi Kasi Pontren dan Forum Komunikasi Pendidikan Kesetaraan (FKPPS) Kabupaten/Kota setempat," jelas Thobib.
Ketiga, Kemenag terus berkoordinasi dengan Polda Jabar dan Dinas Perlindungan Ibu dan Anak, khususnya terkait penyelesaian perpindahan dan ijazah para peserta didik di lembaga tersebut.
Dia menambahkan, sebagai catatan tambahan, Kemenag telah menjalin kerja sama dengan Kementerian PPPA dan UNICEF terkait dengan pesantren ramah anak.
"Di mana pesantren menjadi tempat yang nyaman bagi santri-santrinya," tandas Thobib.
Pada Rabu (8/12/2021) lalu, persidangan tentang kasus ini telah dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung secara tertutup.
4. Korban Hadiri Persidangan 3 Minggu Setelah Melahirkan
Jaksa Kejaksaan Negeri Bandung, Agus Mudjoko menceritakan kondisi persidangan tersebut.
Agus mengaku tak tahan melihat kepedihan yang dirasakan para korban.
"Enggak tahan saya lihat kepedihannya, nangis," ucap Agus di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Rabu (8/12/2021).
Baca Juga: Psikolog Ungkap Peran Keluarga dalam Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
Diceritakan salah satu korban yang baru melahirkan tiga minggu, kondisinya sedang lemah namun memberanikan diri untuk tetap hadir di persidangan.
"Ada korban baru lahir tiga minggu ya, dalam kondisi lunglai masih berani menghadap ke hadapan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), itu miris hati kami, karena sama-sama memiliki anak perempuan, apalagi ini berulang kali, mau pulang jauh, di situ tak ada yang menolong istilahnya," kata Agus.
Pihak orang tua korban turut hadir mendampingi anaknya dalam persidangan.
Saat sidang berlangsung, pihak orang tua menuangkan kekesalannya.
"Akan tetapi kami hanya bisa menyampaikan bahwa ini dalam proses hukum, jadi kita tidak berbuat selain di jalur hukum saja," ucap Agus.
5. Korban Mengalami Trauma
Sementara itu, ada korban yang mengalami trauma berat.
Saat mendengar suara pelaku, korban bahkan sampai menutup telinganya.
"Iya pasti (trauma), waktu (suara terdakwa) diperdengarkan (melalui) speaker, si korban tutup telinga sambil berteriak sampai tak tahan lagi dengar suaranya," kata Agus, melansir dari Kompas.com.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil mengatakan bahwa tidak pelecehan yang dilakukan pelaku ini meninggalkan trauma mendalam bagi para korban pencabulan.
"Sehingga selama penyidikan itu sudah ditunjukkan oleh LPSK, begitu juga saat proses persidangan juga akan didampingi," ucapnya.
Baca Juga: Kecam Dating Violence, Kemen PPPA Dorong Keadilan Kasus Mahasiswi Malang NWR
6. Dalam Proses Hukum
Kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada tanggal 3 November 2021 dengan surat Nomor: B-5069/M.2.10.3/Eku.2/11/2021.
Berdasarkan penetapan PN Bandung, sidang ditentukan pada hari Kamis tanggal 11 November 2021.
"Persidangan dimulai pada tanggal 18 November 2021 dan dilaksanakan 2 kali seminggu setiap hari Selasa dan Kamis," kata Dodi Gazali Emil.
Pada minggu ini pemeriksaan persidangan masih dalam pemeriksaan saksi-saksi sudah sebanyak 21 orang saksi yang dimintai keterangan.
(*)