Parapuan.co - Kawan Puan, kasus pemerkosaan 12 perempuan oleh seorang guru di salah satu pesantren di Bandung kini menjadi pembicaraan.
7 di antara santriwati yang menjadi korban pemerkosaan tersebut bahkan hamil dan melahirkan anak.
Kini, pelaku yang berinisial HW sudah ditangkap dan sedang memasuki tahap persidangan.
Namun, pada persidangan, ada fakta lainnya soal kasus ini yang berhasil mengejutkan publik.
Pada persidangan tersebut terungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban pemerkosaan diakui sebagai yatim piatu.
Tak hanya itu, anak-anak tersebut juga menjadi "alat" permohonan dana kepada pihak-pihak tertentu.
Baca Juga: Ini Deretan Fakta Seputar Kasus Pelecehan Seksual yang Dialami Santri Perempuan di Bandung
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istania DF Iskandar pun memberikan keterangan tertulis terkait fakta baru di persidangan tersebut.
"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas," kata Livia Istania, dikutip dari Kompas.com.
Tak hanya itu, terungkap juga bahwa para korban dipekerjaan sebagai kuli bangunan untuk gedung pesantren baru.
"Para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," tambahnya.
Menurut keterangan Livia, pelaku menempatkan para korban di sebuah rumah yang dijadikan asrama Ponpes MN.
Di tempat tersebut jugalah pelaku melakukan aksi kejinya kepada 12 perempuan muda dengan iming-iming jaminan pendidikan.
"Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan para korban akan disekolahkan sampai tingkat universitas," kata Livia lebih lanjut.
Kasus pemerkosaan ini juga menjadi isu eksploitasi ekonomi dari para korban kekerasan seksual.
LPSK pun mendorong Polda Jabar untuk segera menuntaskan kasus ini dan memberikan hukuman maksimal untuk pelaku.
Baca Juga: Kisah Orangtua Korban Perkosaan Guru Pesantren, Dunia Bak Hancur saat Anak Pulang Bawa Bayi
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," jelas Livia.
Sampai saat ini, LPSK memberikan perlindungan kepada 29 orang (12 orang di antaranya anak di bawah umur).
Jumlah tersebut terdiri dari pelapor, saksi dan/atau korban dan saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan.
Perlindungan tersebut diberikan guna memastikan keamanan korban, saksi, dan pelapor terjamin.
Pelapor, korban, dan saksi akan terlindungi dari ancaman-ancaman yang tak terduga datangnya, serta adanya wakil bagi korban yang masih di bawah umur.
Selain itu, LPSK juga akan mendampingi korban sampai tahap pemulihan trauma dengan fasilitas rehabilitasi psikologis.
"LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Bandung," ungkap Livia.
Baca Juga: Dampingi Korban Kekerasan Seksual di Pesantren, Istri Ridwan Kamil Terpukul
"LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di RS," tutupnya.
Pelaku pemerkosaan ini kini terjerat dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
(*)