Parapuan.co - Terungkap fakta terbaru tentang perkosaan guru ngaji di Bandung.
Korban perkosaan tersebut ternyata bukan 12 orang, tetapi 21 orang.
Dilansir dari Tribunnews, dari total 21 korban pencabulan, sudah ada yang melahirkan 8 bayi.
Diketahui pula bahwa bayi malang itu dirawat oleh orang tua korban.
Baca Juga: Korban Pemerkosaan Guru Pesantren Trauma Berat, Apa Akibatnya bagi Kesehatan Mental?
Hal yang lebih menyayat hati, ada korban yang berusia 13 tahun.
Mengetahui perbuatan gila yang dilakukan Herry Wirawan alias HW (36) yang sungguh keji ini membuat RA Oriza Sativa, S.Psi., Psi,CH selaku psikolog klinis buka suara.
Saat dihubungi PARAPUAN pada Jumat (10/12/2021), Oriza menegaskan bahwa pelaku harus melakukan assessment test untuk deteksi gangguan kejiwaan yang mendalam.
"Mungkin dengan tes psikiatri, kita sebut dengan MMPI," ujarnya.
Sebagai informasi tes MMPI atau Minnesota Multiphasic Personality Inventory merupakan pemeriksaan psikologis yang bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik kepribagian dan psikopatologi.
Adapun prosedur yang dilakukan ini untuk menguji orang-orang yang diduga memiliki gangguan kejiwaan.
Menurut Oriza, tes ini penting dilakukan untuk melihat apakah si pelaku ini ada psikopat atau tidak.
"Kalau yang dihamilin itu anak-anak kecil, terus berulang, berulang tanpa rasa bersalah, jangan-jangan orang-orang ini psikopat lho," papar Oriza.
Oriza menegaskan bahwa orang psikopat itu tidak perlu membunuh.
Di mana orang psikopat itu ada di badan siapa pun, termasuk politisi, maupun guru ngaji, tanpa memandang profesi.
"Profesi tetaplah profesi, tapi hati busuk siapa yang tahu," tambahnya.
Baca Juga: 3 Faktor Risiko Penyebab Skizofrenia, dari Keturunan hingga Lingkungan
Istri HW tak bisa melayani
Dikabarkan HW mencabuli para korban dengan alasan bahwa istri pelaku itu sudah tidak bisa melayani.
Mendengar kabar tersebut, Oriza kembali menanggapi bahwa tindakan HW itu salah dan menyalahkan orang lain pula.
"Terus kalau dia istrinya tidak bisa melayani terus dia harus apa namanya, bahasanya menyusahkan orang lain anak-anak jadi korban itu kan begitu malah lebih gila lagi," ucap Oriza geram mengetahui perilaku HW.
Pesan Oriza pada masyarakat terkait kasus yang belakangan beredar.
"Zaman sudah tidak seperti 70-an dan 80-an, bahwa pelaku tindak kriminal bagi anak-anak kita itu bisa datang dari orang terdekat anak," paparnya.
Siapa yang berisiko melakukan tindakan kriminal bagi anak-anak?
Oriza menjelaskan bahwa ada tiga pihak yang mungkin bisa bertindak kriminal pada anak yakni:
1. Orang-orang yang terdekat dengan anak.
2. Figur yang disegani anak.
3. Figur yang seharusnya memberi contoh pada anak.
Baca Juga: 3 Gejala Skizofrenia yang Harus Segera Disadari, dari Negatif hingga Kognitif
Mengetahui hal tersebut, hendaknya tetap hati-hati ya, Kawan Puan, sebab tindakan kriminal itu bisa terjadi kapan pun dan di mana pun.
(*)