Parapuan.co - Kabar soal guru ngaji pesantren di Kota Bandung yang telah memperkosa 21 santrinya memang mengejutkan banyak pihak.
Pasalnya dari 21 korban pencabulan itu, sudah dilahirkan 8 bayi.
Mendengar adanya perbuatan bejat dari si pelaku yang bernama Herry Wirawan (36) membuat psikolog klinis RA Oriza Sativa, S.Psi., Psi,CH geram dan buka suara.
Menurutnya, pelaku harus menjalani assessment test untuk deteksi gangguan kejiwaan yang mendalam.
"Mungkin dengan tes psikiatri, kita sebut dengan MMPI," ujarnya, saat dihubungi PARAPUAN, Jumat (10/12/2021).
Oriza memaparkan tes MMPI penting dilakukan untuk melihat apakah si pelaku ini ada psikopat atau tidak.
"Kalau yang dihamilin itu anak-anak kecil, terus berulang, berulang tanpa rasa bersalah, jangan-jangan orang-orang ini psikopat lho," papar Oriza.
Menurutnya orang yang mengidap psikopat itu tak perlu membunuh.
Oriza menegaskan bahwa orang psikopat itu ada di badan siapa pun, termasuk politisi, maupun guru ngaji, tanpa memandang profesi.
"Profesi tetaplah profesi, tapi hati busuk siapa yang tahu," jelasnya.
Baca Juga: Psikolog Tegaskan Pelaku Pemerkosa Santri Harus Jalani Tes Kejiwaan
Apa itu MMPI?
Dilansir dari Healthline, MMPI adalah singkatan dari Minnesota Multiphasic Personality Inventory yakni adalah salah satu tes psikologi yang paling umum digunakan di dunia.
Tes MMPI digunakan untuk membantu mendiagnosis gangguan kesehatan mental.
Namun untuk mengetes gangguan mental, para profesional kesehatan mental tak menggunakan tes MMPI saja, mereka juga mengumpulakn informasi dari banyak sumber, termasuk interaksi dengan orang yang diuji.
Adapun, item tes pada MMPI dirancang untuk mengetahui apakah ada gangguan kesehatan mental yang dibagi menjadi 10 skala yakni:
1. Skala 1: Hipokondriasis
Skala ini berisi 32 item dan dirancang untuk mengukur apakah seseorang memiliki kekhawatiran yang tidak sehat terhadap kesehatan diri sendiri.
Skor tinggi pada skala ini bisa berarti bahwa mengkhawatirkan kesehatan dan mengganggu hidup bahkan menyebabkan masalah dalam hubungan.
Misalnya, seseorang dengan skor Skala 1 yang tinggi mungkin cenderung mengembangkan gejala fisik yang tidak memiliki penyebab yang mendasarinya, terutama selama periode stres tinggi.
2. Skala 2: Depresi
Skala ini memiliki 57 item untuk mengukur kepuasan dengan hidup sendiri.
Seseorang dengan skor Skala 2 yang sangat tinggi dapat menghadapi depresi klinis atau sering memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Skor yang sedikit meningkat pada skala ini bisa menjadi indikasi bahwa seseorang itu menarik diri atau tidak senang dengan keadaan yang ada.
Baca Juga: 3 Gejala Skizofrenia yang Harus Segera Disadari, dari Negatif hingga Kognitif
3. Skala 3: Histeria
Skala dengan 60 item ini mengevaluasi respons seseorang terhadap stres, termasuk gejala fisik dan respons emosional saat berada di bawah tekanan.
Penelitian berjudul Chronic Pain and the Measurement of Personality: Do States Influence Traits? menunjukkan bahwa orang dengan nyeri kronis mendapat skor lebih tinggi pada tiga skala pertama karena masalah kesehatan yang berkepanjangan.
4. Skala 4: Penyimpangan psikopat
Skala ini awalnya dimaksudkan untuk mengungkapkan apakah seseorang itu sedang mengalami psikopatologi.
Tes ini menggunakan 50 item untuk mengukur perilaku dan sikap antisosial.
Jika skor sangat tinggi pada skala ini, maka mungkin orang tersebut menerima diagnosis gangguan kepribadian.
5. Skala 5: Maskulinitas/feminitas
Tujuan awal dari bagian tes dengan 56 pertanyaan ini adalah untuk memperoleh informasi tentang seksualitas orang.
Tes ini berasal dari masa di mana beberapa profesional kesehatan mental memandang ketertarikan sesama jenis sebagai gangguan.
Tapi, saat ini, Skala 5 digunakan untuk mengevaluasi seberapa konsisten seseorang tehadap mengidentifikasi diri dengan norma-norma gender.
Baca Juga: Korban Pemerkosaan Guru Pesantren Trauma Berat, Apa Akibatnya bagi Kesehatan Mental?
6. Skala 6: Paranoia
Skala ini memiliki 40 pertanyaan untuk mengevaluasi gejala yang berhubungan dengan psikosis, terutama:
- kecurigaan ekstrim terhadap orang lain
- pemikiran yang muluk-muluk
- pemikiran yang kaku
- perasaan dianiaya oleh masyarakat
Skor tinggi pada skala ini dapat menunjukkan bahwa seseorang sedang menghadapi gangguan psikosis atau gangguan kepribadian paranoid.
7. Skala 7: Psikostenia
Skala 48 item ini mengukur:
- kecemasan
- depresi
- perilaku kompulsif
- gejala gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
Istilah "psikastenia" tidak lagi digunakan sebagai diagnosis, tetapi profesional kesehatan mental masih menggunakan skala ini sebagai cara untuk mengevaluasi dorongan yang tidak sehat dan perasaan mengganggu yang ditimbulkan penderitanya.
8. Skala 8: Skizofrenia
Skala dengan 78 item ini dimaksudkan untuk menunjukkan apakah seseoran memiliki atau kemungkinan besar akan mengembangkan gangguan skizofrenia.
Pertimbangan yang diamati oleh profesional kesehatan mental di antaranya orang yang akan dites mengalami halusinasi, delusi, atau serangan pemikiran yang sangat tidak teratur.
Baca Juga: 3 Faktor Risiko Penyebab Skizofrenia, dari Keturunan hingga Lingkungan
9. Skala 9: Hipomania
Tujuan dari skala dengan 46 item ini adalah untuk mengevaluasi gejala yang berhubungan dengan hipomania, seperti:
- energi tidak terarah yang berlebihan
- pidato cepat
- halusinasi
- impulsif
- delusi keagungan
Jika seseorang memiliki skor Skala 9 yang tinggi, kemungkin orang tersebut mengalami gejala yang berhubungan dengan gangguan bipolar.
10. Skala 10: Introversi sosial
Salah satu tambahan selanjutnya untuk MMPI, adalah skala 10.
Skalai ini memiliki 69 item untuk mengukur ekstroversi atau introversi.
Skala ini mempertimbangkan, beberapa hal antara lain:
- daya saing
- kepatuhan
- sifat takut
- keteguhan
(*)