Parapuan.co - Kawan Puan, Indonesia kini sedang darurat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga menyampaikan banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini harus menjadi perhatian semua pihak.
Menteri Bintang pun mengajak semua pihak untuk turut serta berjuang menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Salah satu caranya adalah dengan mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan.
"Pandemi menyebabkan perempuan dihadapkan dengan berbagai isu sosial baru," ungkap Menteri Bintang, dikutip dari rilis yang PARAPUAN terima.
Baca Juga: Kecam Dating Violence, Kemen PPPA Dorong Keadilan Kasus Mahasiswi Malang NWR
"Selain dampak ekonomi dan kesehatan mental yang ditimbulkan, penggunaan internet yang semakin masif di masa pandemi telah meningkatkan risiko perempuan mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO)," tambahnya.
Data Komnas Perempuan mencatat, pada 2020 angka kekerasan berbasis gender siber mengalami kenaikan pesat, hampir 400 persen.
Data SAFENet juga menunjukkan tren serupa, yakni pada 2020 laporan penyebaran konten intim secara non-konsensual mengalami peningkatan sebesar 375 persen.
Menteri Bintang menjelaskan terdapat pergeseran pola-pola kekerasan di masa pandemi, seperti meningkatnya KBGO dan angka dispensasi perkawinan anak.
Namun, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasa mendominasi tren kasus kekerasan di tahun-tahun sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Data SIMFONI PPA pada Januari sampai 2 Desember 2021, menunjukkan kasus KDRT mendominasi bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan, yakni 74 persen dari total 8.803 kasus.
Data tersebut juga mengungkapkan, selama pandemi pada 2021 terdapat 12.559 kasus kekerasan terhadap anak.
Kasus kekerasan seksual menjadi kasus kekerasan terhadap anak yang paling banyak dilaporkan, yakni 60 persen dari total kasus.
Menteri Bintang mengungkapkan dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa di masa pandemi, anak juga tidak terbebas dari ancaman kekerasan.
Besarnya dampak isu kekerasan terhadap kualitas SDM Indonesia di masa depan, membuat Presiden RI, Joko Widodo memberikan amanat langsung kepada Kemen PPPA.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan dapat Terjadi di Tempat Kerja, Begini kata Kemen PPPA
Kemen PPPA akan menjalankan 5 isu prioritas, salah satunya adalah menurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sejak tahun lalu, fungsi Kemen PPPA juga telah diperkuat melalui adanya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020.
Kemen PPPA berperan sebagai penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan.
Selain itu juga sebagai layanan komprehensif bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus, dan memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional.
Menteri Bintang menuturkan, Kemen PPPA terus melakukan berbagai upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal itu diwujudkan melalui penguatan koordinasi, sinergi, dan jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pencegahan.
Selain itu juga penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Namun, Menteri Bintang menekankan berbagai upaya yang dilakukan Kemen PPPA tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum.
Baca Juga: Ramai Kasus Pemerkosaan dan Pembunuhan Anak di Bandung, Ini Tuntutan Kemen PPPA
"Oleh karena itu, saya meminta semua pihak untuk mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan," kata Menteri Bintang.
Payung hukum UU TPKS tersebut dapat mengatur perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara komprehensif. (*)