Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan dan anak secara seksual marak terjadi saat ini.
Kasus kejahatan seksual yang terjadi menimpa anak-anak dapat terjadi di lingkungan terdekat.
Parahnya, kasus kejahatan seksual meningkat selama pandemi Covid-19.
"Dengan adanya pandemi ini ternyata kasus kejahatan seksual terhadap anak sangat banyak atau bahkan meningkat. Bahkan ini sebetulnya fenomena es, yang mungkin baru beberapa bisa terungkap," ujar Ketua P2TP2A DKI Jakarta Tri Palupi, seperti dikutip dari Kompas.com, pada Rabu (22/12/21).
Orang tua memiliki peran untuk melawan kejahatan seksual demi melindungi anak-anak.
Baca Juga: Menurut Pakar, Begini Cara Membantu Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak
Orang tua dapat melakukan beberapa hal untuk melawan kekerasan pada perempuan di bawah umur secara seksual.
Komisioner KPAI, Putu Elvina, mengajak orang tua untuk ikut berperang melawan kejahatan seksual demi melindungi anak-anak.
Menurut Elvina, setidaknya orang tua harus berperan aktif dalam melakukan dua hal, yaitu menjaga komunikasi dengan anak dan berani melapor.
"Komunikasi antara orang tua dan anak itu sangat penting. Sehingga mereka tahu apa yang dialami oleh anak. Dan jika terlihat indikasi kejahatan seksual, maka mereka harus melapor," ungkap Elvina yang dikutip melalui Kompas.com.
Komunikasi merupakan hal penting, pasalnya anak-anak korban kejahatan pada anak secara seksual dipaksa untuk tidak mengungkap apa yang dilakukan pelaku.
Korban kekerasan pada perempuan di bawah umur yang mengalami kejahatan seksual kerap ditemui tidak berani mengungkap apa yang mereka alami.
Komunikasi
Menurut Elvina, komunikasi sangat penting karena anak-anak korban kejahatan seksual pasti dipaksa untuk tidak membeberkan perilaku bejat pelaku.
"Karena anak-anak pasti diintimidasi dan diancam untuk menutup mulut. Ini membuat gelap kasus kejahatan seksual. Maka komunikasi yang baik harus dilakukan," paparnya.
Melapor kasus kejahatan seksual
Setelah mengetahui adanya tanda-tanda kejahatan seksual, ia meminta orangtua untuk berani melapor agar kejahatan itu terputus.
"Melapor. Kalau tidak berani melapor sendiri, mereka bisa mencari bantuan melalui RT atau tetangga dekat yang mereka percaya. Sehingga bisa mencari bantuan lanjutan untuk laporan," kata Elvina.
Baca Juga: Kerap Dialami Korban Kekerasan pada Perempuan, Ini 5 Tanda Seseorang Ingin Bunuh Diri
Memunculkan keberanian untuk melapor itu tidak mudah bagi sebagian orang, menurt Elvina.
Namun, melapor merupakan cara yang dapat dilakukan untuk memutus rantai kejahatan tersebut.
"Keluarga pasti trauma, tapi demi penegakan hukum, maka mereka harus bisa melapor," tambahnya.
Dengan melapor, tidak hanya dilakukan penegakan hukum kepada pelaku, proses penyembuhan kepada korban dan keluarga juga diberikan, baik itu secara fisik maupun psikis.
Korban kejahatan pada anak secara seksual juga perlu mendapat penyembuhan trauma.
Elvina berharap penyembuhan trauma kepada korban dapat dilakukan setuntas-tuntasnya, agar tidak terulang kembali kejadian serupa.
Hal ini disebabkan tidak sedikit pelaku kejahatan seksual yang mengaku bahwa mereka dulunya adalah korban.
"Pelaku yang mengaku dulunya korban ini menunjukkan ada lingkaran kejahatan. Maka perlu dipastikan trauma healing bagi korban anak dapat dilakukan, hingga tuntas. Agar nanti tidak terulang kasus-kasus yang demikian," kata Elvina.
Hal ini mengingat masih rendahnya persentasi ketuntasan penyembuhan trauma terhadap korban anak selama ini.
"Karena secara nasional ketuntasan terhadap rehabilitasi korban anak itu masih di bawah 50 persen, masih jauh dari harapan," ungkapnya.
Baca Juga: Korban Kekerasan pada Perempuan Cenderung Self Blaming, Kenapa?
Elvina mengatakan, dibutuhkan kerja sama yang baik dari orangtua, lingkungan sekitar seperti institusi dan tetangga, dan juga kepolisian, untuk memberantas kejahatan seksual pada anak.
Selanjutnya, seperti dilansir The National Child Traumatic Stres Network (NCTSN), anak-anak yang mengalami pelecehan seksual dapat menunjukkan berbagai reaksi emosional dan perilaku.
Kebanyakan merupakan karakteristik anak-anak yang pernah mengalami jenis trauma lain.
Reaksi-reaksi ini meliputi:
- Peningkatan mimpi buruk dan/atau kesulitan tidur lainnya
- Perilaku menarik diri
- Ledakan marah
- Kecemasan
- Depresi
- Tidak ingin ditinggal sendirian dengan individu tertentu
- Pengetahuan, bahasa, dan/atau perilaku seksual yang tidak sesuai dengan usia anak
Maka itu, penanganan korban kekerasan pada perempuan di bawah umur yang mengalami pelecehan seksual perlu mendapatkan penyembuhan psikis, dan penanganan dari banyak pihak, termasuk orang tua, orang- orang terdekat, lembaga hukum, dan lembaga perlindungan lainnya.
(*)