Parapuan.co - Tak dapat dipungkiri, di tengah pertumbuhan positif industri kecantikan, ternyata juga berdampak pada kerusakan lingkungan.
Pasalnya, kemasan produk skincare dan kosmetik yang kita gunakan sehari-hari tersebut kebanyakan menggunakan material plastik yang tak ramah lingkungan.
Menurut laporan Cosmetic Packaging Market - Growth, Trends and Forecasts (2020-2025), hampir 50 persen kemasan produk kosmetik terbuat dari plastik.
Hal ini didukung oleh laporan Minderoo Foundation yang mengatakan bahwa industri kosmetik global memproduksi lebih dari 120 miliar unit kemasan setiap tahun, yang sebagian besar tidak dapat didaur ulang.
Sementara itu, pada tahun 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat sampah plastik.
Baca Juga: Limbah Skincare dan Kosmetik Kian Mengancam, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia, sekitar 3,5 juta ton per tahun.
Melihat kondisi yang kian mengkhawatirkan, brand kecantikan lokal Bhumi Skincare pun akhirnya membuat kemasan isi ulang yang ramah lingkungan.
“Kami melihat, isu lingkungan sedang marak dan sampah plastik bertambah setiap tahun. Indonesia sendiri menghasilkan 33 juta ton sampah setiap tahun, dan rata-rata merupakan sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang secara alami,” kata Ahmad Rashed, pemilik Bhumi Skincare.
Alih-alih bekerja sama dengan perusahaan pengelolaan sampah, Ahmad justru ingin mencari solusi langsung pada akar masalahnya.
Yaitu dengan mengembangkan produk kecantikan refill pack, yang mana konsumen bisa mendapatkan produknya tanpa menyebabkan masalah baru dengan sampah plastik.
Bhumi Skincare pun akhirnya membuat inovasi refill pack, yang kemasannya biodegradable dan sustainable.
“Karena terbuat dari craft paper, kemasan refill pack tersebut akan terurai secara alami dengan cepat dan mudah. Di dalam kemasan tidak terdapat lapisan plastik sama sekali. Kami juga memastikan bahwa kemasan itu compatible dengan moisturizer yang kami produksi,” kata Ahmad.
Ia meyakini bahwa refill pack ini merupakan aksi konkret Bhumi Skincare dalam melawan isu lingkungan terkait sampah plastik.
Ahmad juga berharap inovasi ini juga bisa diterapkan pada produk kecantikan lain, seperti face oil.
Inovasi yang dilakukan oleh Bhumi Skincare ini banyak didukung oleh berbagai pihak, mulai dari para beauty enthusiast hingga organisasi yang fokus pada pelestarian lingkungan.
Misalnya seperti Indonesia Biru Foundation, organisasi independen yang bergerak dalam peningkatan literasi kelautan bagi masyarakat juga mengingatkan tentang pentingnya pengurangan sampah plastik.
Andre Saputra, pendiri Indonesia Biru Foundation mengungkapkan bahwa sampah yang kita hasilkan masih jauh lebih besar daripada kapasitas pengolahan sampah.
Artinya, masih banyak sampah yang tidak dikelola dengan tepat.
Baca Juga: 4 Langkah Mudah Memulai Tren Sustainable Beauty yang Ramah Lingkungan
Sampah plastik yang tidak dikelola dengan benar kemungkinan besar akan terbawa sampai ke pantai dan laut.
Namun, ada dampak dari sampah plastik yang sangat mengganggu kehidupan hewan-hewan di bawah laut.
Andre bercerita, di bawah laut kantong plastik itu terlihat seperti ubur-ubur, yang menjadi makanan penyu.
Tapi, karena tidak bisa membedakan antara plastik dan ubur-ubur, maka penyu memakan plastik tersebut, sehingga kemudian banyak yang mati.
Maka dari itu, kini adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk lebih peduli pada apa yang kita konsumsi sehari-hari, termasuk produk kecantikan yang dekat dengan kehidupan perempuan.
Kawan Puan bisa lebih bijak dalam memilih produk kecantikan yang peduli terhadap kelestarian lingkungan.(*)
Baca Juga: Tak Hanya Ramah Lingkungan, Ini Manfaat Lain Pakai Produk Waterless Beauty