Stop Multitasking! Ini Kata Pakar Mengapa Multitasking Merupakan Kebiasaan Buruk

Ardela Nabila - Minggu, 26 Desember 2021
Alasan multitasking merupakan kebiasaan buruk.
Alasan multitasking merupakan kebiasaan buruk. PeopleImages

Parapuan.co - Kawan Puan yang memiliki banyak kegiatan dan jadwal padat mungkin sering mencoba untuk melakukan beberapa hal dalam satu waktu dengan cara multitasking.

Beberapa dari kita juga mungkin terus berusaha untuk menyelesaikan sejumlah pekerjaan dalam satu waktu, kemudian menyalahkan diri sendiri ketika kita tidak bisa fokus.

Padahal, alih-alih membuat kita menjadi lebih produktif, kebiasaan multitasking justru membuat kita menjadi kurang produktif, lho.

Ya, multitasking ini sebenarnya bukanlah kebiasaan yang baik, sehingga kamu tak perlu merasa bangga dan terus berusaha untuk bisa melakukannya, terutama saat bekerja.

Menurut seorang pakar produktivitas, Tamara Myles, multitasking justru bisa menyebabkan penurunan hingga 40 persen dalam produktivitas dan mengurangi kesejahteraanmu.

Baca Juga: Wanita Karir Perlu Tahu, Multitasking Berpengaruh pada Produktivitas dan Kesehatan Otak

Dalam sebuah buku karya Dave Crenshaw yang bertajuk The Myth of Multitasking, ia menjelaskan bahwa multitasking sebenarnya terbagi menjadi dua sub-kategori, yakni switchtasking dan backtasking.

Kebanyakan apa yang kita kira multitasking sebenarnya merupakan switchtasking, dan ini sebenarnya sangat tidak efektif untuk produktivitas.

“Backtasking, singkatan dari ‘background tasking’ merupakan tindakan melakukan satu aktivitas aktif sambil melakukan aktivitas lainnya yang tidak memerlukan perhatian. Contohnya berolahraga di treadmill sambil menonton televisi,” ujar Dave, dikutip dari Metro.co.uk.

Selain itu, Dave juga menjelaskan tentang apa itu switchtasking, yakni ketika kamu berusaha untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan dalam satu waktu.

Alasan mengapa multitasking atau switchtasking merupakan kebiasaan buruk adalah karena otak kita tidak dirancang untuk fokus pada lebih dari satu tugas aktif pada satu waktu.

Artinya, ketika kamu mencoba untuk multitasking, sebenarnya otak kamu berusaha untuk beralih antar tugas dengan cepat.

“Ini sangat tidak produktif, karena kamu harus menghabiskan waktu untuk beralih dari satu tugas ke tugas lainnya,” jelasnya lagi.

Setiap kali kita beralih dari satu tugas aktif ke tugas aktif lainnya, otak kita harus kembali menyesuaikan.

Sebagai contoh, ketika kamu menonton televisi ketika kamu sedang berusaha untuk menulis, atau membalas pesan WhatsApp saat makan malam.

Baca Juga: 3 Tips Menyesuaikan Diri Jika Tempat Kerja Baru Tak Sesuai Ekspektasi

“Faktanya, kita tidak bisa menyelesaikan dua pekerjaan dalam waktu bersamaan. Otak kita tidak bisa fokus pada dua hal berbeda dalam satu waktu,” ujar Tamara, senada dengan penjelasan Dave.

Tamara menjelaskan, ketika kita berpikir bahwa kita sedang melakukan multitasking, sebenarnya otak sedang bertukar fokusnya dengan cepat di antara dua pekerjaan berbeda tadi.

Multitasking bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya eror serta bisa meningkatkan stres dan kecemasan. Hal inilah yang membuat multitasking menjadi tidak efektif,” pungkas Tamara.

Menurutnya, inilah yang pada akhirnya membuat jam kerja kita terus bertambah, tetapi banyak pekerjaan yang justru tidak terselesaikan.

Lebih lanjut, Tamara kemudian mengatakan, “Aku menemukan bahwa kamu bisa meraih hasil yang lebih baik ketika kamu bisa fokus menyelesaikan satu pekerjaan dalam 20 menit, daripada dua jam menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus.”

Kawan Puan, dapat disimpulkan bahwa bukannya membuat kita menjadi lebih produktif, multitasking atau switchtasking justru membuat kita makin tidak produktif.

Selain itu, multitasking juga lebih banyak menghabiskan waktu dan meningkatkan rasa cemas, akhirnya berakibat pada rasa kewalahan saat menyelesaikan pekerjaan, lho. (*)

Baca Juga: Serba Digital, Berikut 4 Kategori Tren Jalur Karier di Tahun 2022



REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja