"Saat di mobil berdua dengan salah satu pegawai agensi, dia tiba-tiba meraba saya, melepar handphone pemberian majikan kedua saya, dan bersikap kasar pada saya," cerita Bu Salas yang mulai berlinang air mata mengingat kejadian tersebut.
Mendirikan Kampung Buruh Migran
Setelah mengalami berbagai masalah saat menjadi TKI, Bu Salas akhirnya mendapat pekerjaan di pabrik dengan penghasilan yang lumayan.
“Saya lalu menyewa apartemen bersama teman sedesa yang dulu juga tertipu bersama saya. Apartemen kami gunakan untuk menampung teman-teman yang sedang kena masalah. Apartemennya memang hanya punya satu kamar. Saya memberi mereka makan, mencarikan pekerjaan, dan sedikit uang. Meski hanya bisa membantu sedikit, saya
senang. Dari situ saya melihat, TKI resmi juga banyak yang bermasalah," cerita ibu tiga anak ini.
Usai empat tahun bekerja secara ilegal, Bu Salas akhirnya ditangkap dan ditahan, kemudian dideportasi ke Indonesia.
Saat kembali ke Wonosobo, ia membentuk Solidaritas Perempuan Migran Wonosobo (SPMW) dan menjadi ketua.
Karena jumlah anggotanya semakin banyak, akhirnya komunitas itu berganti nama Kampung Buruh Migran (KBM).
"Kebanyakan korban Human Trafficking adalah perempuan. Nah, disitu, saya memberikan pendampingan dan edukasi kepada mereka lewat KBM," ujar Bu Salas.
Komunitas para penyintas Human Trafficking tersebut biasanya mengadakan diskusi atau sesi sharing yang membahas program pemerintah, pelatihan, simpan pinjam, dan membuat usaha-usaha kecil.
Baca juga: Sosok Christina Rantetana, Korps Wanita Angkatan Laut Pertama yang Menjabat Sebagai Jenderal
Bangkit dari keterpurukan
Maizidah Salas diketahui menikah di usia 16 tahun sehingga tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
Namun hal itu tidak membuat semangatnya untuk meraih impian hilang begitu saja.
Usai dideportasi dan kembali ke Wonosobo, ia mengambil kejar paket C di Jakarta dan berhasil mendapatkan gelar sarjana Hukum Perdata dari Universitas Bung Karno.
Ia bahkan berhasil untuk mendapatkan beasiswa S2 di Jerman.
Kini Bu Salas juga aktif di Serikat Buruh Migran Indonesia yang berupaya melakukan advokasi pencegahan perdagangan manusia serta membantu perancangan Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan TKI hingga pembuatan revisi undang-undang tersebut.
Wah, Kawan Puan, sosok Bu Salas ini sungguh inspiratif sekali ya! (*)