Kebijakan di level nasional ini juga telah diterapkan oleh pemerintah daerah melalui kolaborasi dengan masyarakat sipil untuk melakukan sosialisasi dan implementasi RAN P3AKS di sejumlah daerah Indonesia yang rentan konflik sosial.
Berbagai kebijakan sebenarnya telah dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk menyikapi isu konflik, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksana di bawahnya.
Sementara itu, Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (KemenKo PMK) mengungkapkan pandangannya tentang RAN P3AKS.
Baginya, RAN P3AKS sebagai wujud kemauan politik pemerintah dan rakyat Indonesia dalam mencegah berkembangnya peningkatan kekerasan berbasis gender pada berbagai wilayah konflik sosial di masa mendatang.
Dengan hadirnya P3AKS, Femmy mengimbau agar daerah-daerah yang mengalami konflik sosial ikut mengawal keterlibatan perempuan, mulai dari manajemen, perundingan, hingga resolusi konflik.
"Kami berharap kedepannya Indonesia dapat mengubah stigma yang awalnya perempuan sebagai korban dalam kondisi konflik, menjadi perempuan sebagai agen perdamaian dan keamanan internasional," ujar Femmy.
Kendati begitu, keadaan pandemi Covid-19 juga menjadi urgensi penting untuk membicarakan perdamaian dan keamanan perempuan.
RAN P3AKS II mengakui dan menyoroti pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan dan berbagai masalah keamanan spesifik yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan.
Masalah tersebut seperti sengketa tanah dan konflik sumber daya alam, disinformasi, dan ujaran kebencian online yang dapat mengarah pada intoleransi dan radikalisme.
Baca Juga: KemenPPPA Tekankan Pentingnya Peran Perempuan dalam Ekonomi Digital