"Tapi kan itu terbuka, semua orang bisa akses," tambahnya.
Namun, pihak Anam menemukan bahwa karakter penjara manusia seperti yang mereka temukan di Langkat ini merupakan kasus baru.
Keberadaan penjara tersebut juga diketahui tidak memiliki izin resmi dari pemerinah.
"Tapi karakter yang seperti ini baru sekali ini. Bahwa diakui memang serupa penjara itu ada, dilakukan di luar otoritas," kata Anam.
"Artinya, tidak punya kewenangan untuk membikin penjara tersebut, dan keberadanya juga tidak memiliki izin," lanjutnya.
Menurut keterangan Anam, para penghuni kerangkeng harus bekerja di perkebunan sawit sedikitnya 10 jam setiap harinya.
Setiap dari pekerja tersebut hanya diberi makan 2 kali sehari dan dengan jenis makanan yang tidak layak.
Mereka tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan orang luar, bahkan dengan keluarganya.
Para pekerja perkebunan kelapa sawit tersebut hanya menghabiskan waktu di dalam kerangkeng.
Baca Juga: 5 Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Sudah Ada Sejak 2012
Tak heran jika apa yang dialami oleh para pekerja kelapa sawit tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. (*)