Rasa takut ditinggalkan tersebut berasal dari episode traumatis masa kanak-kanak, misalnya kedua orang tuanya bercerai.
Terkadang perceraian orang tua dapat menjadi trauma berat bagi anak, terutama berpisah dengan orang tua yang sangat dekat dengannya.
Ini sangat mungkin menjadi penyebab orang tersebut tidak ingin berakhir sendirian seperti orang tua yang bercerai.
Penderita anuptaphobia hanya ingin dikaitkan dengan seseorang yang dapat memberi mereka keluarga atau keamanan untuk menghabiskan hidup bersama.
Masalahnya, mereka dapat menjalin hubungan meski tidak sesuai keinginannya, dan tidak mementingkan apakah itu bahagia atau tidak.
Sebagian besar fobia ini berkembang ketika perempuan mencapai usia 30-an atau akhir 30-an, yang merasa cemas akan pernikahan.
Selain itu, penderita anuptaphobia mungkin menderita masalah harga diri dan pengabaian yang rendah di masa kanak-kanak.
Agar selalu terhubung dengan orang lain, penderita anuptaphobia mungkin mengembangkan perilaku promiscuous untuk menarik lawan jenis atau bahkan bertahan di hubungan toksik.
Perilaku promiscuous adalah seks bebas yang dilakukan dengan pasangan berbeda-beda, entah itu saling menyukai atau tidak.
Kombinasi kecenderungan genetik, kimia otak, faktor biologis, dan lingkungan lainnya dapat menyebabkan ketakutan tersebut berkembang.
Jadi, itulah penjelasan tentang anuptaphobia atau rasa takut berlebihan menjadi lajang ya, Kawan Puan.
Baca Juga: Lebih Positif dan Bahagia, Lakukan Hal Ini Saat Menghadapi Masa Lajang