Parapuan.co - Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia.
Hal ini diungkapkan dalam webinar edukasi bertajuk "Cara Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kardiovaskular Demi Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Gagal Jantung," yang diadakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
Dalam webinar diungkap sebuah hasil penelitian berjudul Heart failure across Asia: Same healthcare burden but differences in organization of care.
Jurnal yang dipublikasikan pada International Journal of Cardiology menjelaskan jumlah penderita gagal jantung di Indonesia adalah sebesar lima persen dari total jumlah penduduk.
Mengetahui data tersebut dapat diketahui bahwa angka kematian karena gagal jantung di Indonesia juga tergolong tinggi.
Di mana 17,2 persen pasien gagal jantung di Indonesia meninggal saat perawatan rumah
sakit, kemudian 11,3 persen meninggal dalam setahun perawatan, dan 17 persen mengalami rawat inap berulang akibat perburukan gejala dan tanda gagal jantung.
Mengetahui adanya hal tersebut, dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FHFA, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) turut buka suara.
"Gagal jantung adalah penyakit yang mengancam jiwa di mana otot jantung tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan darah dan oksigen pada tubuh," jelasnya.
Menurut dr. Nauli penyaki gagal jantung ini bersifat kronis dan progresif, sebab gagal jantung ditandai dengan rawat inap berulang di rumah sakit yang tinggi karena perburukan penyakitnya.
Baca Juga: Kenali Ini Penyebab dan Faktor Risiko Diabetes Tipe 1 pada Anak
"Jika tidak ditangani dengan baik, angka kematian global akibat penyakit ini diperkirakan dapat meningkat hingga lebih dari 23.3 juta kematian setiap tahun pada tahun 2030," tegasnya.
Di samping itu risiko gagal jantung meningkat pada kondisi orang dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, dan riwayat keluarga dengan kardiomiopati.
Tak hanya itu saja, paparan toksin, penyakit jantung katup, gangguan fungsi tiroid, rokok, sindrom metabolik membuat orang berisiko lebih tinggi mengalami gagal jantung.
Lebih lanjut lagi, berdasarkan data registri gagal jantung Pokja menunjukkan kontribusi
terbanyak sebagai penyebab gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes.
Sementara itu, faktor risiko tambahan seperti obesitas, dislipidemia, gangguan fungsi ginjal, gaya hidup santai, dan obstructive sleep apnea, juga mampu memicu gagal jantung.
Di Indonesia sendiri berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia (PERKI) tahun 2020, terdapat tiga pilar utama pengobatan gagal jantung, yaitu
1. RAS (renin angiotensin aldosteron) blocker
2. Betablocker
Baca Juga: Dokter Ortopedi Ungkap Mengapa Selama WFH Leher Sering Sakit
3. MRA (mineraloreceptor antagonist) sebagai lini pertama pengobatan gagal jantung kronik selama tidak ditemukan adanya kontrindikasi.
Di sisi lain, di akhir tahun 2021, Pokja mengeluarkan tulisan ilmiah mengenai SGLT2-I yang direkomendasikan sebagai tambahan terapi pada pasien gagal jantung, dengan fraksi ejeksiventrikel kiri (FEVKi) ≤ 40 persen.
Terapi ini untuk menurunkan angka kematian dan risiko rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung.
Tujuan dari pengobatan pada pasien gagal jantung adalah untuk menurunkan angka kematian, menurunkan angka rawat inap berulang di rumah sakit, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Meskipun saat ini sudah tersedia beberapa pilihan terapi gagal jantung yang tersedia, masih ada kebutuhan besar yang belum terpenuhi.
Hal ini adalah terapi dalam hal menurunkan angka kematian dan mencegah rawat inap berulang akibat gagal jantung.
Mengenai pencegahan dan pengobatan gagal jantung itu merupakan tanggung jawab semua orang, termasuk masyarakat, tidak hanya petugas kesehatan.
"Setiap pasien gagal jantung harus menjalani pengobatan yang optimal sesuai dengan bukti ilmiah dengan melihat profil dari masing-masing pasien," ungkap dr. Nauli.
Menurut dr. Nauli SGLT2i merupakan salah satu regimen terapi terbaru pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 persen dan sudah tersedia di Indonesia.
Baca Juga: Persiapan Sekolah Tatap Muka : Simak Gejala Pneumonia pada Anak
"Bukti penelitian global menunjukkan efektivitas obat ini untuk menurunkan angka
kematian dan rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung,” tutup dr. Nauli.