Perlahan-lahan, keluarga dan sahabat Sur sendiri menunjukkan keberpihakan mereka yang sayangnya tidak ada yang di sisi korban.
Dalam setiap bingkai film, Wregas Bhanuteja dan tim menempatkan Sur dalam ruang-ruang sempit; eksterior kampus yang terisolasi, ruang sidang beasiswa yang gelap, kamar Amin yang sempit, dan ruang fotokopi yang membuat pengunjung berdesakan.
Tanpa ada penuturan langsung, penonton dapat menangkap bagaimana gerak korban kekerasan seksual selalu dibatasi oleh banyak pihak, sadar atau tidak sadar.
Ketika jalan korban untuk memperjuangkan keadilan dipersempit, siapa yang akhirnya akan percaya dengan korban?
Kehadiran Farah (Lutesha) dan Thariq, yang juga adalah korban kekerasan seksual, menjadi jawaban atas pertanyaan di atas.
Secara berani, Penyalin Cahaya juga menegaskan bahwa korban kekerasan seksual tidak selalu perempuan.
Kehadiran Thariq sebagai korban adalah representasi laki-laki korban kekerasan seksual yang seringkali traumanya tak divalidasi.
Merasakan sakit dan trauma yang sama dengan Sur, Farah dan Thariq ikut mencari keadilan dan mendorong hukuman sebesar-besarnya bagi pelaku.
Baca Juga: Angkat Isu Kekerasan Seksual, Wregas Bhanuteja Ungkap Proses Kreatif Film Penyalin Cahaya
Mungkin itu juga alasan Wregas Bhanuteja membuat penonton berada di posisi korban dalam keseluruhan film ini.
Penonton diajak merasakan hal yang sama dengan korban kekerasan seksual dan menumbuhkan empati.
Film ini ditutup dengan lembaran fotokopi yang menjadi simbol suara korban kekerasan seksual.
Bukti demi bukti diperbanyak dan suara korban digaungkan, layaknya pesan berantai di media sosial.
Penyalin Cahaya ditutup dengan realita kelam korban kekerasan seksual yang hanya punya satu sama lain untuk memperjuangkan keadilan.
Hukum yang lemah dan relasi kuasa yang kuat membuat sanksi sosial menjadi satu-satunya cara yang dipilih korban kekerasan seksual untuk menghukum pelaku.
Walau pahit, ending film ini menunjukkan penyintas kekerasan seksual yang berdaya.
Penyalin Cahaya adalah gambaran korban kekerasan seksual yang dibungkam, namun masih kuat berjuang untuk mewujudkan keadilan.
Seperti mesin fotokopi dan bunyi tato dari karakter Farah: "Di dalam kegelapan, kami memutuskan untuk tetap bekerja."
Baca Juga: Raih Lagu Tema Terbaik, Mian Tiara Dedikasikan Piala Citra untuk Penyintas Kekerasan Seksual
(*)