Parapuan.co - Kawan Puan, fakta terbaru terkait kasus kerangkeng manusia milik Bupadi nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, baru-baru ini terungkap.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, menyampaikan kesaksian warga sekitar rumah bupati tersebut.
Menurut penjelasan Edwin, seorang warga Langkat mengatakan bahwa keluarganya menjadi korban meninggal di kerangkeng manusia itu.
"Jadi dari informasi yang kita dapat dari keluarga ada keluargnya meninggal yang disampaikan kepada kami setelah satu bulan menjalani rehabilitasi di sel tahanan Bupati Langkat," kata Edwin, dikutip dari Tribunnews.
Warga Langkat pun sempat mencurigai kerangkeng yang dijadikan pusat rehabilitasi bagi para pengguna narkoba.
"Setelah satu bulan berada di dalam, pihak pengelola rutan menelepon jika keluarganya meninggal dengan alasan sakit," cerita Edwin.
"Namun, pihak keluarganya mencurigai ada kejanggalan kematian keluarganya," sambung Edwin.
Sebelumnya, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam menyebut menyampaikan penemuan pihaknya terkait kasus ini.
Setelah melakukan penyelidikan, pihak Anam menemukan lebih dari satu orang meninggal dunia dengan dugaan akibat penganiayaan.
Baca Juga: 5 Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Sudah Ada Sejak 2012
Bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Komnas HAM sudah dilaporkan dan akan segera diproses.
Menurut keterangan Anam, para tahanan meninggal karena mendapat penganiayaan selama berada di kerangkeng tersebut.
"Cara merehabilitasi penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan yang sampai hilangnya nyawa," jelas Anam.
"Sehingga memang jika kalau ditanya yang meninggal berapa, pasti lebih dari satu," katanya lebih lanjut.
Kini, Polda Sumatra Utara (Sumut) sedang melakukan penyelidikan dengan hasil temuan korban baru yang dikabarkan meninggal.
Seiring penyelidikannya, Polda Sumut menerima laporan jumlah korban kerangkeng manusia tersebut yang terus bertambah.
Pihak Edwin Partogi Pasaribu juga menemukan fakta bahwa keluarga korban diminta untuk menanda tangani surat perjanjian dari pihak Bupati Langkat.
Salah satu poin perjanjian tersebut adalah keluarga tidak boleh mengajukan pembebasan tahanan selama batas waktu yang ditentukan.
Baca Juga: Komnas HAM Siap Kerahkan Tim Investigasi Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
Tak hanya itu, poin lainnya mengatakan bahwa pihak keluarga harus menyepakati tidak akan keberatan bila tahanan sakit atau meninggal dunia.
Para tahanan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat tersebut kehilangan kebebasannya.
Bahkan untuk menjalani ibadah pun mereka dibatasi hingga dilarang.
"Kami lihat ada sajadah tapi kami tanya apakah boleh shalat Jumat, tidak boleh. Shalat ied, tak boleh," kata Edwin.
"Kemudian yang nonmuslim apakah boleh ke gereja di hari Minggu, Natal dan misa, tak boleh," lanjutnya.
Para tahanan juga dieksploitasi untuk bekerja di pabrik sawit tanpa pemberian gaji atau jaminan kehidupan yang cukup layak.
Mereka pun hanya boleh makan dua kali dalam sehari dengan makanan yang tidak bernutrisi.
Lama waktu mereka ditahan pun berbeda-beda setiap orangnya, mulai 1,5 tahun hingga 4 tahun.
Kini pihak Polda Sumut dan Komnas HAM masih terus menggali kasus ini dan mengawal langkah hukum dari laporan yang sudah diajukan.
Komnas HAM pun berharap adanya keadilan untuk para tahanan kerangkeng manusia tersebut.
Baca Juga: 7 Satwa Liar Dilindungi Ditemukan di Rumah Bupati Langkat, Ada Orang Utan hingga Monyet Hitam
(*)