Parapuan.co - Saat itu usia Astriani masih terbilang cukup muda, yakni 21 tahun dan dirinya tengah menikmati masa-masa kuliah.
Dirinya tidak pernah menyangka akan didiagnosis kanker tiroid pada 2013 karena rupanya ada benjolan di kelenjar tiroid, di bagian leher depan, atas tulang dada.
"Waktu diperiksa, rupanya ada bubble-bubble gitu, tidak terlihat dari luar, tapi menekan ke dalam," kenang Astriani, melansir NOVA.
Saat itu rupanya, lulusan jurusan Psikologi ini tidak langsung melangsung serangkaian pemeriksaan dan baru kembali memeriksakan diri setahun kemudian.
Astriani sempat menduga, penyakit kankernya ini adalah keturunan dan ternyata benar. Garis keturunan dari neneknya yang pernah terkena kanker menjalar sampai dirinya.
"Padahal orangtua dalam keadaan sehat dan tidak ada riwayat gangguan kesehatan termasuk penyakit kronis, kanker," ungkap Astriani.
Perempuan Inspiratif NOVA 2017 ini mengaku akhirnya pasrah dan hanya berharap pada Tuhan lantaran hampir 3 tahun harus selalu kontrol.
Meski pasrah, perempuan ini tak pernah menyerah, Astriani terus menjalani kontrol untuk penyuntikan terhadap sel kanker hingga pemulihan.
Rupanya, sebelum berhasil dilakukan penyuntikan atau pemboman terhadap sel kanker pada lehernya, kanker ini sempat menyebar di seluruh tubuh dan menjalar ke kelenjar getah bening.
Baca Juga: Aktris Film Parasite Park So Dam Divonis Kanker Tiroid, Ini 6 Penyebab yang Harus Diwaspadai
"Sempat gak sadarkan diri karena kelenjar getah bening diserang dan peran kelenjar tersebut sangatlah penting dalam menopang metabolisme tubuh," ujar Astriani.
Akan tetapi, setelah melewati perjuangan yang dilakukannya hampir selama tujuh tahun, kini sel-sel kanker di tubuhnya itu telah hilang.
Walau begitu, rupanya sampai seumur hidupnya Astriani harus terus mengkonsumi tablet pengontrol zat tiroid di area leher.
"Jadi harus terus normal, kalau turun atau naik sedikit itu bisa kembali kambuh dan menyebabkan kanker kembali," imbuh pendiri platform Inspira.sien ini.
Hebatnya, pengalaman naik dan turun, senang dan sedih, yang dialaminya hingga sembuh itulah yang menguatkan ibu dua anak ini.
Bukan hanya menjadikan dirinya kuat, Astriani bahkan menguatkan sesama penyintas kanker tiroid dengan mendirikan Pita Tosca, komunitas pejuang tiroid Indonesia.
Bukan sekadar komunitas atau organisasi, Pita Tosca yang didirikan Astriani berdasarkan keresahannya ini menjadi pusat informasi kanker tiroid.
Ternyata, Astriani pada 2014 lalu, yang sudah bertekad untuk sembuh dan melanjutkan hidup, kesulitan untuk mencari informasi terkait kanker tiroid dan penangannya.
"Jurnal-jurnal medis masih sangat sedikit. Sementara gangguan tiroid ini menyerang kelenjar paling besar, yakni kelenjar endokrin," ujar perempuan kelahiran 1991 ini.
Baca Juga: Park So Dam Idap Kanker Tiroid Papiler, Kenali 5 Jenisnya yang Termasuk Penyakit Langka
Menghadapi kenyataan tersebut, Astriani pun terpikir, "Kalau diri saya bisa membantu sesama, saya mungkin bisa sehat lagi, bisa bugar lagi."
Berdasarkan pemikiran tersebut, hadirlah Pita Tosca yang gagasan awalnya hanya sebagai support group untuk penyintas kanker tiroid yang butuh wadah.
"Tiroid, kan, punya gangguan ke emosi juga. Kemudian saya cari teman, mau enggak nih bareng-bareng kita bentuk. Kebetulan ada satu orang," kenang Astriani.
Katanya lagi, "Jadi (yang gerak) ada saya sama Bunga. Memang idenya dari saya, tapi kita menggerakkan berdua. Baru-baru, kumpul dapat sepuluh orang saja sudah happy."
Lantas, mengapa akhirnya nama komunitas ini menggunakan warna tosca?
"Tosca adalah salah satu warna yang melambangkan kepedulian terhadap kanker tiroid, secara internasional," terang Astriani.
"Sebetulnya ada tiga warna, ungu, pink, dan tosca. Tapi mengapa tosca? Karena tosca melambangkan healing process," tambahnya.
Syukurnya, setelah dibentuk, Pita Tosca langsung menuai respon positif. Bahkan anggotanya bukan hanya penyintas kanker tiroid, tetapi juga dari penderita.
Baca Juga: Terus-terusan Merasa Lelah Sepanjang Hari? Waspada Bisa Jadi Idap Penyakit Berbahaya Ini
Kini, Pita Tosca yang hadir dengan tujuan mengedukasi deteksi dini dan pendampingan pasien gangguan tiroid telah memberikan dampak positif bagi Tanah Air.
Setidaknya, mereka yang juga berjuang melawan gangguan tiroid tidak akan merasakan apa yang dialami Astriani saat informasi sulit didapatkan.
"Selain menjadi pusat informasi tiroid di Indonesia, kita juga menjadi wadah untuk merangkul pasien-pasien. Kita ingin support sisi psikologis pasien, lewat Pita Tosca," ujarnya.
"Melalui Pita Tosca, semoga saya bisa melakukan sesuatu buat orang lain, sekaligus mengembangkan passion saya," pungkas Astriani. (*)