Parapuan.co - Belakangan mungkin ada dari Kawan Puan yang menerima email dari Direktorat Jenderal Pajak terkait Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Pajak.
Tapi mungkin sebagian dari kamu masih bingung apa itu sebenarnya PPS Pajak?
Kenapa Kawan Puan mendapatkan email tersebut dan apakah kamu melakukan sebuah kesalahan?
Mengutip dari laman resmi Dirjen Pajak pajak.go.id, PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.
Lalu siapa yang bisa mengikuti PPS Pajak ini?
Kriteria WP yang bisa memanfaatkan PPS yaitu dibagi menjadi 2 kategori berikut:
- Kebijakan I: Wajib Pajak peserta Tax Amnesty
- Kebijakan II: Wajib Pajak Orang Pribadi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali mengajak Wajib Pajak (WP) untuk memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sebagaimana yang ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), seperti dikutip dari setkab.go.id.
Program yang dilaksanakan mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Baca Juga: Tak Perlu ke Samsat, Begini Cara Bayar Pajak Kendaran Online
Menkeu Sri Mulayani mengungkapkan bahwa program ini memberikan kesempatan bagi WP untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi secara sukarela.
Kebijakan PPS dibagi menjadi dua. Pertama, diperuntukkan bagi peserta yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015.
“Ada WP yang belum mengikuti tax amnesty yang pertama itu, sekarang kami memberikan kesempatan sekali lagi. Ini yang disebut PPS kebijakan satu,” ujar Menkeu, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (7/02/2022).
Kebijakan I PPS meliputi pengenaan tarif PPh Final 11 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, dan 6 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.
Selanjutnya, Kebijakan II PPS diperuntukkan bagi WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari 2016 sampai dengan 2020 dalam SPT Tahunan 2020.
Adapun pengenaan tarif PPh Final yaitu 18 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi Terbarukan.
“Kebijakan ini adalah kebijakan yang disebut lagi-lagi kesempatan untuk mengungkap secara sukarela agar kepatuhan menjadi makin tertib, makin baik,” tandasnya.
Apa untungnya mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Pajak ini?
Seperti dituangkan pada laman resmi Dirjen Pajak, berikut manfaat mengikuti PPS.
Baca Juga: Bisa Dilakukan dari Rumah, Ini Cara Mudah Membuat NPWP Online
1. Kebijakan I
a. Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar);
b. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
2. Kebijakan II
a. Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap;
b. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
Tarif PPS
Kebijakan I
- 11% untuk deklarasi Luar Negeri;
- 8% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
- 6% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.
Kebijakan II
- 18% untuk deklarasi Luar Negeri;
- 14% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
- 12% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.
Baca Juga: Ghozali Everyday Bikin NPWP, Simak Ini Syarat Membuat NPWP untuk Wajib Pajak
(*)