Untuk itu, hindari memberikan kode kepada pasangan agar ia bisa mengerti kita.
Alih-alih menanti pasangan bisa peka pada kode yang kita berikan, sebaiknya bicarakan langsung kepada pasangan apa yang kita inginkan darinya.
“Pasangan tidak akan pernah tahu apa yang kita inginkan selama kita enggak bisa terbuka. Jadi keterbukaan, jujur, komunikasi, adalah kunci bagaimana dua individu yang berbeda bisa jadi unit yang solid di dalam satu pernikahan atau keluarga,” kata Lala.
Selanjutnya, jika masih ditemukan masalah bahkan membuat salah satu merasa tidak dicintai, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, hindari asumsi-asumsi negatif terhadap pasangan karena hal tersebut hanya akan memperkeruh keadaan.
“Asumsi-asumsi itu yang perlu kita kontrol, jadi biasanya kita akan lebih emosi kalau punya asumsi yang ada di belakang kita, kalau kita punya keyakinan pasangan saya sudah enggak cinta lagi, sudah punya orang lain yang dicintai, dan asumsi-asumsi lainnya," terangnya.
Apabila bisa mengendalikan asumsi-asumsi tersebut dan fokus pada relasi yang dimiliki, ketika bahasa cinta sedang tidak dipenuhi oleh pasangan maka tindakan yang dilakukan pun akan lebih logis.
Alih-alih tersiksa dengan asumsi yang dibuat sendiri, sebaiknya tanyakan langsung, buka komunikasi dengan pasangan.
“Kalau kita sudah memiliki banyak asumsi, cenderung akan menyalahkan. Yang ada bukannya menghangatkan hubungan tapi malah memicu konflik baru yang bisa jadi menyulitkan hubungan kita,” ujar Lala.
Selanjutnya yang perlu dilakukan pasangan adalah mangelola ekspektasi kepada pasangan, serta mengenali karakter pasangan kita dengan baik.
Jika sejak awal pasangan kita adalah tipe yang cuek, maka jangan berharap setelah menikah tiba-tiba dia berubah.
Jadi, untuk menghadapi perbedaan bahasa cinta dalam hubungan suami istri adalah dengan berkomunikasi secara terbuka.
Baca Juga: Tak Selalu Buruk, Ini 3 Pelajaran Hidup saat Jalani LDR dengan Pasangan
(*)