Akan tetapi, Mesty Ariotedjo mengakui bahwa kadang kala masih ada saja pihak yang mempertanyakan keputusannya ini.
"Kadang banyak orang yang nanya, kok enggak lanjut di RSCM? Kok enggak jadi staf? Kok enggak ke arah sana yang mungkin secara staff leader sangat prestigious?" aku Mesty.
Hebatnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut tak membuat Mesty Ariotedjo meragukan atau bahkan menyesali keputusannya mengambil langkah tersebut.
"Aku merasa ini bisa menjangkau lebih banyak masyarakat dan kalau mau memajukan sumber daya manusia, harus bicara bagaimana kita mengasuh anak di periode emasnya sebaik mungkin," pungkas Mesty.
Berkat di Flores
Menariknya, Mesty Ariotedjo awalnya tidak ingin menjadi dokter karena tidak suka dengan biologi. Bahkan, saat harus masuk kedokteran, dia sempat berpikir cukup jadi dokter umum.
Namun, pengalamannya sebagai dokter magang di Flores yang harus bertanggung jawab atas satu rumah sakit meruntuhkan niat Mesty.
Melansir NOVA, Mesty Ariotedjo pun menyadari profesi dokter itu belajar seumur hidup. Tiap ada kasus, ia mempelajari hal baru lagi.
Baca Juga: Amat Menyentuh, 5 Film Ini Menceritakan Anak Perempuan dan Keluarganya
“Di sana enggak ada dokter spesialis. Saya yang melahirkan bayi, jahit luka abis lahiran, ada orang kecelakaan saya jahit lukanya. Saya baru merasa menyenangkan sebagai dokter sesungguhnya ketika sudah dipraktikkan,” ungkap Mesty.
Setelah jadi dokter di Flores, Mesty pun ketemu pasien anak, ternyata kalau dirinya bertemu pasien anak, capeknya langsung ilang dan Mesty menyukainya.
"Entah kenapa kalau sampai jam 3-4 pagi yang datang pasien anak tuh saya semangatnya ada banget. Ada tenaga terus pengin banget merawat anak ini sampai sehat," aku Mesty.
Toh, dengan menjadi dokter anak, secara tak langsung ia mewujudkan cita-citanya sebagai guru.
Sebab, setiap bertemu orangtua pasien, ia tak hanya memberi edukasi soal kesehatan, melainkan semua aspek seperti bagaimana mendidik hingga perkembangannya. (*)