Parapuan.co - Belakangan masyarakat diresahkan akan kabar naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) awal April mendatang.
Sebagian mempertanyakan bagaimana dampak kenaikan PPN sebagai pajak yang paling sering bersentuhan dengan masyarakat tersebut.
Pasalnya, kenaikan tarif PPN bukan sekadar kabar karena melansir Kontan.co.id, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah memastikan hal tersebut.
Kenaikan tarif PPN akan berlaku mulai 1 April 2022 dengan perubahan tarif yang tadinya 10 persen menjadi 11 persen.
Namun, meski sebentar lagi, ternyata aturan turunan PPN masih juga belum keluar karena pemerintah saat ini masih dalam penyusunan.
Selain masyarakat umum, para ekonom dan pelaku usaha pun khawatir kenaikan PPN ini akan menjadi beban dan menekan daya beli masyarakat.
Namun, Sri Mulyani memastikan peningkatan PPN ini tak akan menjadi beban, justru bisa menjadi bantalan ekonomi bagi penduduk miskin.
Menurut Menkeu, kenaikan PPN semata-mata untuk membuat rezim pajak yang adil dan kuat. Hal tersebut pun bukan untuk menyusahkan rakyat.
"Pada keseluruhan, menciptakan sebuah rezim pajak yang adil tapi pada saat yang sama sebuah rezim pajak yang kuat," ungkap Sri Mulyani, melansir Kompas.com.
Baca Juga: NFT Dikenakan Pajak, Bagaimana Cara Melaporkannya di SPT Tahunan?
Sri Mulyani pun mengatakan, "Kenapa kok kita butuh itu, memangnya kita butuh pajak yang kuat itu untuk nyusahin rakyat? Enggak. Karena pajak itu untuk membangun rakyat juga."
Hasil pendapatan pajak yang masuk akan digunakan untuk pembangunan dan rakyat yang akan menikmati hasilnya, seperti sekolah, rumah sakit, bahkan subsidi listrik dan energi lainnya.
Pembangunan ini pun tak hanya dirasakan pada masa sekarang, melainkan akan dirasakan oleh generasi-generasi ke depan sehingga banyak yang akan merasakan manfaatnya
Lantas, sebelum kamu akhirnya ikut meresahkan kenaikan PPN yang akan dimulai sebentar lagi, apakah kamu tahu apa itu PPN?
Melansir Kompas.com, PPN merupakan singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai dan ternyata hampir semua barang terkena pajak PPN, lho.
PPN ialah pungutan pemerintah yang dibebankan atas setiap transaksi jual-beli barang atau jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Regulasi PPN adalah diatur dalam dalam UU Nomor 6 Tahun 1983, di mana tarif pajak yang ditetapkan adalah 10 persen.
Akan tetapi, pemerintah melakukan revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021 lalu.
Kenaikan PPN menjadi 11 persen ada dalam ketentuan baru tersebut. Namun, PPN direncanakan akan kembali naik menjadi 12 persen beberapa tahun ke depan.
Baca Juga: Lapor SPT Tahunan hingga 31 Maret 2022, Ini 4 Alasan Kamu Wajib Melakukannya
Sedangkan untuk ekspor dikejakan tarif PPN sebesar nol persen.
Menurut pemerintah, tujuan kebijakan kenaikan PPN adalah untuk optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Lalu, siapakah yang akan memungut PPN?
Ternyata, PPN adalah pajak tak langsung, maka artinya yang berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah para pedagang atau pengecer.
Nah, pihak yang berkewajiban membayar atau dikenakan PPN ialah pembeli atau konsumen akhir.
PPN dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai PKP. PKP dalam PPN adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan PPN kepada negara.
Pasalnya, setelah ditetapkan menjadi PKP, pengusaha atau perusahaan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang.
Sekadar informasi, dalam perhitungan PPN yang dipungut, terdapat dua skema, yakni pajak keluaran dan pajak masukan.
Baca Juga: Terakhir 31 Maret, Ini 5 Istilah yang Berkaitan dengan PPh dan SPT Pajak
Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.
Sedangkan, pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, maupun membuat produknya.
Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan pelaporan PPN oleh PKP.
Saat ini, Kementerian Keuangan telah mewajibkan PKP menggunakan faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif, lho. (*)