Parapuan.co - Sosok Erika Retnowati telah membuktikan bahwa perempuan pun bisa menjadi pemimpin di lingkungan pekerjaan yang mungkin identik dengan laki-laki.
Namun, perjuangannya untuk menduduki posisi sebagai Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Untuk diketahui, Erika Retnowati merupakan perempuan pertama yang menjabat sebagai Kepala BPH Migas, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Juli 2021.
Di rapat paripurna saat itu, perempuan yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Biro Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu resmi terpilih untuk menggantikan posisi pendahulunya untuk periode 2021-2025.
Dalam salah satu rangkaian acara Kongres Parapuan Nusantara bertajuk Perempuan dan Pemberdayaan, Erika Retnowati bercerita bagaimana ia pada akhirnya dapat terpilih menjadi Ketua BPH Migas.
Perjuangannya tidak mudah, Erika yang memiliki latar belakang akuntansi harus mengikuti serangkaian tahapan seleksi hingga pada akhirnya menjadi satu-satunya kandidat perempuan yang lolos hingga tahap akhir.
“Jadi sebetulnya waktu di tahap awal pendaftaran itu ada beberapa perempuan, ada sekitar 7-8 orang perempuan dari 80 yang mendaftar. Tapi pada saat seleksi administrasi, ketika diumumkan tinggal saya yang masuk,” ujarnya, Jumat (22/4/2022).
Untuk melewati tahapan seleksi tersebut, Erika harus terus belajar dan berjuang, pasalnya proses seleksinya sendiri memakan waktu hingga berbulan-bulan.
Ya, sebelum pada akhirnya resmi dilantik pada bulan Agustus 2021, ia telah melewati sejumlah tahapan yang telah berlangsung sejak Februari 2021.
Baca Juga: Sosok Erika Retnowati, Perempuan Pertama yang Menjabat sebagai Kepala BPH Migas
Erika sendiri tak pernah mengira akan berkesempatan untuk memimpin BPH Migas, namun adanya kesempatan serta dorongan dari orang di sekitarnya membuatnya mencoba untuk mendaftarkan diri.
“Atas dorongan dari teman-teman dan atasan saya, saya akhirnya mendaftar. Kemudian dari sekitar 80 orang yang mendaftar, diseleksi administrasi, tinggal 35 orang, termasuk saya sendiri perempuannya,” kenang perempuan kelahiran 20 Juli 1963 itu.
Untuk menduduki posisi penting sebagai pimpinan suatu badan, tentu seleksinya cukup ketat dan sulit.
Bahkan sejak tahap pertama saja, para kandidat harus bisa menjawab berbagai pertanyaan yang diberikan dalam bentuk makalah.
“Setelah itu, ada juga assessment dari UI, setelah itu baru wawancara dengan panitia seleksi. Dari tiga tahap itu, dari 35 orang, disaringlah 18 orang itu kemudian namanya dikirimkan oleh Menteri ESDM ke Presiden,” ungkap Erika.
Ketika pada akhirnya berhasil lolos ke tahap selanjutnya, Erika mengaku ia pun sempat merasa takut untuk menghadapi ujian tersebut.
“Tahapan selanjutnya adalah fit and proper di DPR, terus terang saat itu saya agak takut,” katanya sambil tertawa.
Namun, keinginannya untuk membuktikan bahwa perempuan bisa menempati posisi sebagai pemimpin, membuat Erika Retnowati terus belajar dan mempersiapkan diri agar maksimal dalam melewati setiap tantangan.
“Saat itu saya satu-satunya perempuan, saya berpikir ‘saya enggak boleh malu-maluin perempuan’, karena semua orang sudah mulai menyoroti. Jadi saya harus bagus presentasinya dan saat menjawab pertanyaan,” tegasnya lagi.
Baca Juga: Jadi Politisi Muda, Puteri Komarudin Ingin Lanjutkan Perjuangan Ayah
Seperti disebutkan sebelumnya, latar belakang Erika yang bukan berasal dari migas membuatnya harus berusaha lebih keras daripada saingannya yang lebih berpengalaman.
Erika mengatakan, “Meskipun saya sudah enam tahun sebelumnya di Kementerian ESDM, tapi pengetahuan tentang migas itu mungkin tidak seperti teman-teman lain.”
“Dari 18 orang itu, kemudian dipilihlah sembilan orang komite, dan kemudian dipilih satu yang menjadi ketua komite sekaligus Kepala BPH Migas. Jadi seperti itu, cukup panjang prosesnya,” katanya, menceritakan perjuangannya yang tidak mudah.
Ketika ditanya motivasinya untuk terus berjuang, alumnus Politeknik Keuangan Negara (PKN) Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu mengatakan, dukungan dari orang-orang di sekitarnyalah yang membuatnya tak patah semangat.
“Dan saya melihat contoh di Kementerian ESDM, saya dua kali memiliki dua pimpinan itu dari akuntan. Ternyata mereka bisa, kok, memimpin sebuah kementerian. Saya pikir, saya harusnya bisa juga. Jadi memberikan dorongan dan kepercayaan diri, meskipun mereka tidak pernah menyemangati secara langsung.”
Lewat kepemimpinannya di BPH Migas, Erika berharap ia bisa membuat gebrakan baru yang membuktikan bahwa perempuan sepertinya memang pantas untuk menjadi pemimpin.
Terakhir, Erika mengimbau seluruh perempuan di Indonesia untuk bisa memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada.
“Untuk para perempuan Indonesia, ayo jangan menyia-nyiakan kesempatan. Manakala ada kesempatan, manfaatkanlah kesempatan itu untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa,” tutup Erika. (*)
Baca Juga: Sosok Meutya Hafid, Tak Gentar di Daerah Konflik hingga Jadi Ketua Komisi I DPR RI