Parapuan.co - Dalam perjalanan meraih mimpi, tak sedikit dari kita yang harus menghadapi banyaknya perkataan buruk atau komentar dari orang lain.
Tak jarang ungkapan tersebut membuat kita merasa goyah, bahkan ragu atas mimpi dan tujuan yang ingin dicapai.
Hal serupa juga dialami oleh Serafi Unani, seorang mantan atlet sprinter asal Papua yang pernah berlaga di ajang internasional PON dan SEA Games.
Selama menjadi atlet sudah banyak pretasi yang ia raih, termasuk ia memenangkan medali emas di PON 2012 dan juga SEA Games 2011.
Dalam acara Kongres Parapuan Nusantara, Jumat (22/4/2022) di Sesi Parapuan dan Kebebasan, perempuan berusia 33 tahun yang kini bekerja sebagai pegawai PT Terminal Teluk Lamong menceritakan tantangannya dalam berkarier sebagai atlet.
Serafi menceritakan, di awal perjalanan kariernya sebagai atlet ia sempat merasa ragu.
"Itu saya rasakan di awal, apalagi saya di Jawa Timur sebagai pendatang, waktu masuk ke tim Jawa Timur pun saya satu-satunya orang Papua. Cibiran-cibiran negatif itu banyak sekali," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa di awal kariernya, ada banyak pihak yang berusaha untuk mematahkan mimpinya dengan dalih kondisi fisiknya yang berbeda dibandingkan sprinter lainnya.
"Yang mematahkan mimpi saya itu banyak, ada yang datang langsung kayak 'emangnya kamu bisa apa?' 'kamu tuh pendek' 'kamu bukan sprinter' 'kamu enggak akan bisa deh sampai level nasional karena ukuran badanmu tidak sesuai dengan sprinter'," jelasnya.
Baca Juga: Entrepreneur Niluh Djelantik: Berbisnis Itu Harus Punya Tujuan
Kendati begitu, hal tersebut justru membuat Serafi semakin semangat.
"Tapi itu membuat saya belajar untuk oke saya enggak bisa menyerah, tapi yang bisa saya lakukan bagaimana memecut diri saya sendiri untuk menjadi lebih baik," tuturnya.
Serafi menambahkan, untuk menjadi seorang atlet yang berprestasi membutuhkan proses yang panjang.
"Apalagi untuk jadi atlet itu, enggak bisa satu-dua tahun langsung jadi juara nasional, itu proses yang cukup panjang,"
Bahkan Serafi bisa menjadi juara SEA Games setelah dirinya 12 tahun berkecimpung sebagai seorang sprinter.
Sempat mengalami demotivasi
Dalam perjalanan karier tentu saja tak selalu berjalan mulus, di antara banyaknya prestasi yang di raih, ada pula cobaan dan tantangan yang sulit dihadapi.
Tak hanya itu, demotivasi juga menjadi salah satu hal yang kerap dialami banyak orang, di mana kita menjadi tidak bersemangat dan cenderung seperti kehilangan arah.
Baca Juga: Arti Kesetaraan Bagi Kalis Mardiasih dalam Kongres Parapuan Nusantara
Hal tersebut juga sempat dialami Serafi selama perjalanan kariernya sebagai sprinter.
"Demotivasi saya rasakan di 7 tahun terakhir karena di 2016 saya cedera berat yang membuat saya dihadapkan sebuah pilihan untuk pensiun dini atau rehabilitasi total," ungkapnya.
Berdasarkan penuturannya, jika ia memilih rehabilitasi total maka ia harus menyerahkan gelar juaranya kepada orang lain di PON 2016 dan proses rehabilitasi total akan memakan waktu yang cukup lama.
Kondisi tersebut pun membuat Serafi bertanya-tanya mengenai kemampuan dirinya sendiri.
"Kondisi itu membuat saya mempertanyakan kemampuan saya, tapi Puji Tuhan saya punya support system yang luar biasa dalam mengingatkan bahwa saya ada di titik yang sudah tidak boleh menyerah," terangnya.
Dukungan besar dari support system pun mendorongnya untuk berusaha bangkit kembali meskipun terasa sangat berat.
"Bangkit setelah gagal memang saya rasakan berat sekali, tapi ketika bisa mendobrak itu kita akan tahu bahwa kita punya kemampuan yang luar biasa,"
Setelah melewati fase sulit tersebut, ia meyakini bahwa saat seseorang berada dalam kondisi terdesak maka ia akan menjadi lebih kuat.
"Karena di titik itu saya mendobrak banyak hal, termasuk ketika dokter mengatakan 'kamu enggak bisa sembuh, kamu enggak bisa lari di 2020' dan saya menantang diri saya, apakah saya kuat atau tidak," jelas Serafi.
Belum sampai di situ, ketika ia ada di masa akan kembali menjadi juara, hal buruk kembali menimpanya.
Pada tahun 2018, Serafi kembali cedera setelah tertimpa besi seberat 120 kg dan membuatnya sulit untuk bisa kembali berjalan.
"Tapi saya bilang ke dokternya 'di 2019 saya harus ikut kualifikasi PON dan dalam waktu 6 bulan saya harus sudah bisa lari', saya menantang dokternya dan diri saya," tutur Serafi.
Akan tetapi, menurutnya, sebelum menantang diri sendiri, kita harus yakin dan percaya pada diri sendiri.
Jika sudah begitu, maka kita pun bisa melakukan apa yang sudah diyakini.
"Ketika sudah yakin, saya calmdown dulu bicara pada diri sendiri 'saya mampu, saya sudah terlalu jauh untuk menyerah dan i do it' dan 6 bulan kemudian saya lari di kualifikasi PON,"
Dalam kesempatan tersebut, Serafi juga mengingatkan, dalam meraih mimpi jangan fokus pada orang lain yang tidak mengerti proses pencapaiannya.
Sekalipun fokus pada kesuksesan yang diraih orang lain, harusnya yang dipertanyakan adalah bagaimana cara mereka menghadapi kegagalannya untuk bisa menjadi sukses. (*)
Baca Juga: Sempat Dilarang, Ini Perjuangan Voice of Baceprot Wujudkan Mimpi Jadi Band Metal Internasional