Parapuan.co- Hari ini, tepatnya pada Jumat (29/4/2022) diperingati sebagai Hari Tari Sedunia.
Dalam rangka memperingati perayaan tersebut, PARAPUAN ingin mengulik profil seorang penari tradisional Bali, Ni Ketut Putri Minangsari.
Lalu, seperti apa sosok penari Bali Ni Ketut Putri Minangsari?
Latar belakang
Dengan ramah, perempuan yang akrab disapa Putri tersebut mengawali cerita mengenai latar belakang dirinya hingga akhirnya memutuskan untuk berprofesi sebagai penari tradisional.
"Dulu saat masih kecil, saya dan kakak-kakak perempuan saya, diwajibkan untuk belajar menari Bali. Jadi, menari itu sudah jadi bagian dari kami. Memang kami orang Bali, tapi belum pernah tinggal di Bali karena ayah saya bekerja pindah-pindah. Tapi ayah saya selalu ngotot agar anak-anaknya tetap dekat dengan akar. Makanya masing-masing dari kami, sejak umur lima tahun, selalu belajar menari. Sejak dulu selalu dipanggilkan guru atau dimasukkan ke sekolah sanggar tari. Saat dulu ada acara di SD, SMP, SMA, saya selalu tampil menari. Kalau ada acara-acara di kampus dulu, saya juga ikut menari, walaupun saya bukan mahasiswa di situ atau murid di situ," cerita Putri saat diwawancarai lewat zoom oleh tim PARAPUAN pada Kamis (28/4/2022).
Putri juga becerita jika profesi yang dijalaninya saat ini, tidak sesuai dengan jurusan yang diambilnya saat kuliah dahulu.
"Dulu itu, saya kuliah di Universitas Parahyangan jurusan Hubungan Internasional. Tapi setelah saya menikah dan punya anak, ilmu yang saya pelajari saat kuliah tidak terpakai. Karena saya tidak mengambil jalur diplomasi. Akhirnya saya mengajar bahasa Inggris, lalu bekerja di bidang jurnalisme, dan menulis beberapa publikasi. Meski disibukkan dengan pekerjaan tersebut, saya tetap menari dan tidak pernah berhenti. Bahkan sampai sekarang bisa dibilang, saya full menari. Mengajar dan berpentas. Tapi saya juga bekerja sebagai copywriter. Hal itulah yang kemudian membuat saya terlibat dalam kegiatan Ubud Writers Festival," jelas Putri.
Mendirikan komunitas puisi
Baca juga: Profil NH Dini, Penyair Indonesia yang Sering Membicarakan Masalah Perempuan Lewat Karyanya
Selain menjadi seorang penari, Putri ternyata juga seorang penulis.
Ia juga diketahui menelurkan banyak karya tulisan dalam bentuk puisi hingga dirinya membuat komunitas puisi.
"Tahun 2015, saya dan beberapa teman yang antusias dalam hal puisi, kemudian membuat sebuah komunitas puisi "Spoken Words". Jadi Spoken Words adalah jenis puisi yang dibuat atau ditulis untuk perform atau dibaca secara live. Bukan seperti novel atau karya tulis artikel," papar perempuan paruh baya tersebut.
"Konsep Spoken Words lebih ritmis, berima, dan ditulis untuk didengar daripada seperti buku antalogi puisi," tambahnya.
Kini komunitas puisi yang didirikan oleh Putri, sudah berdiri selama tujuh tahun meski sempat vakum selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.
Meski menjalani berbagai profesi, saat ditanya oleh orang, Putri selalu menjawab jika dirinya berprofesi sebagai penari.
"Saat ditanya orang, kamu itu apa, saya selalu bilangnya penari dulu. Saya penari yang hobi menulis mungkin haha. Jadi persona saya lebih ke seniman tari," cerita Putri sambil tertawa.
"Saya tidak hanya menari, tapi saya juga melestarikan budaya menari dan membuat koreografi," tambahnya.
Saat ditanya mengenai kendala menari, Putri mengaku tidak mengalaminya karena sejak kecil sudah dilatih untuk menari.
Baca juga: Cerita Florencia Eka Hadapi Titik Terendah dalam Perjalanan Karier hingga Temukan Titik Baliknya
"Dulu disuruh menari karena diharuskan tetap dekat dengan akar. Kalau sekarang karena sudah terbiasa dengan menari sampai aku tidak mengalami kesulitan yang biasanya orang-orang alami saat pertama kali belajar menari," ujar Putri.
Dampak pandemi Covid 19 terhadap karier penari
Sebagai seorang penari, Putri mengaku sangat terdampak akibat kondisi pandemi Covid 19.
"Kondisi pandemi memang sangat berdampak pada pekerjaan seorang penari. Akhirnya banyak penari yang juga terpaksa banting setir",
"Waktu tahun 2020 lalu, saya sama teman-teman sempat menggalang dana dan dibantu UI. Kami sangat sedih sekali banyak penari yang mengandalkan dana dari peye (panggilan). Akhirnya banyak penari yang menjual motor hingga handphone,"
"Kondisi saya sendiri pada saat itu masih beruntung, karena saya menari dan juga mengajar,"
"Waktu itu selama 1-2 bulan, saya dan pihak studio sempat kebingungan bagaimana mengajar menari. Akhirnya ada jalan keluar zoom. Jadi, dari situ saya mencoba membiasakan diri untuk mengajar memakai zoom,"
"Murid-murid juga mau. Mereka merasa kalau tidak menari itu anxious dan depresi, meski impact menari hanya 50 persen, karena mereka hanya meniru. Jadi, saya tidak bisa membetulkan."
Baca juga: 4 Pahlawan Perempuan dan Kisah Perjuangannya, Salah Satunya Kartini
"Sempat ada rasa nggak suka dan penolakan dari dalam diri, karena merasa "saya itu ngapain? Ini itu bukan mengajar. Saya tidak memegang, saya tidak bisa membetulkan kaki," cerita Putri.
Pencapaian Putri sebagai seorang Putri
Putri mengaku tidak membutuhkan pencapaian formalitas seperti piala atau piagam sebagai seorang penari.
Sebagai seorang guru tari, pencapaian yang paling membanggakan ialah melihat muri-murid yang awalnya tidak bisa menari, tapi akhirnya bisa menari dan tampil dengan baik di panggung.
"Melihat murid yang sudah berlatih berbulan-bulan lalu berpentas dan tampil dengan baik, menurut saya itu adalah pencapaian yang luar biasa," ujar Putri.
"Kedua, saya bisa membuat garapan pertunjukkan yang menghibur dan menginspirasi orang-orang," lanjutnya.
Tertarik dengan isu feminisme
Selain berprofesi sebagai seorang penari dan penulis, Putri ternyata juga aktif menyuarakan isu perempuan dan feminisme melalui akun media sosial.
Sesekali terlihat, Putri pernah ikut berdemo menyuarakan suaranya di depan gedung DPR RI untuk mendukung pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang kini telah disahkan.
"Sejujurnya saya adalah penyintas KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Jadi tahun 2004, saya menjadi single mom. Saya merasa harus menolong diri sendiri dari kekelaman masa lalu, dan hal itu membuat saya untuk membantu siapa saja yang bernasib seperti saya," cerita ibu dua anak ini.
"Sejak saat itu, saya mulai berteman dengan teman-teman aktivis perempuan dan sering dilibatkan dalam aksi demo untuk menyuarakan aspirasi."
"Menurut saya, pada dasarnya setiap orang itu feminis jika kita percaya perempuan posisinya sama dengan laki-laki yang haknya juga harus dihormati," tambahnya lagi.
Demikian tadi seluk beluk mengenai sosok Ni Ketut Putri Minangsari atau yang kerap disapa oleh murid-muridnya "Mbok".
Nah, apakah Kawan Puan juga tertarik untuk menjadi penari seperti Putri? (*)