Parapuan.co - Saat Kawan Puan melamar pekerjaan, salah satu hal yang akan ditanyakan oleh perekrut adalah nominal gaji yang kamu inginkan.
Ada banyak hal yang jadi pertimbangan perekrut dalam memberikan besaran untuk gajimu, misal posisi, angka yang kamu ajukan, tugas, hingga menjadikan UMR acuan.
Ya, UMR atau Upah Minimum Regional adalah upah minimum yang penetapannya dilakukan oleh gubernur dan menjadi acuan pendapatan buruh di wilayahnya.
Melansir Kompas.com, apa itu serta bagaimana penerapan UMR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999.
Akan tetapi, aturan ini sempat direvisi setahun kemudian lewat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000.
Menariknya, kini istilah UMR sebenarnya tak lagi relevan digunakan karena sudah digantikan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Akan tetapi, istilah UMR adalah terlanjur melekat dalam bahasa sehari-hari.
Setiap tahunnya, penetapan arti UMR dilaksanakan melalui proses yang panjang diawali dari rapat Dewan Pengupahan Daerah (DPD).
Sebelumnya, DPD sudah membentuk tim survei untuk mencari informasi harga kebutuhan pokok pekerja ataupun buruh sehari-hari.
Baca Juga: Ini 5 Provinsi yang Mengalami Perubahan Upah Buruh pada Februari 2022
Berdasarkan data tersebut akan diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Angka tersebut akan menjadi acuan DPD untuk mengusulkan besaran UMR ke Gubernur untuk disahkan.
Lantas, UMP ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak setiap tanggal 1 November dan UMK selambat-lambatnya tanggal 21 November.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013.
Mengapa besaran UMR berbeda-beda?
Alasan mengapa besaran UMR tiap daerah berbeda-beda dijelaskan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013.
Pasalnya, dalam menentukan arti UMR, DPD menghimpun data atau informasi yang cukup banyak, tentang perusahaan hingga serikat pekerja di daerah tersebut.
Misal keberagaman perusahaan, jumlah perusahaan dan tenaga kerja, devisa dan nilai tambah yang dihasilkan, kemampuan dan asosiasi perusahaan, serta serikat pekerja setiap daerah.
Hal tersebut ditujukan agar dapat menjamin standar kehidupan yang layak bagi pekerja ataupun buruh serta keluarganya.
Tak hanya itu, hasil yang diharapkan dari menghimpun data tersebut ialah dapat meningkatkan produktivitas serta daya beli masyarakat.
Baca Juga: Peringatan May Day Digelar Besok, Warga Jakarta Diimbau Tak Olahraga di GBK
Akan tetapi, ternyata, dalam penetapan besaran UMR pun masih terjadi beberapa perbedaan.
Perbedaan tersebut didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di tiap-tiap perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, yang masing-masing daerah tidak sama.
Maka itu, besaran UMR adalah ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten atau kota.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai perhitungan besaran UMR ialah hal yang paling ideal dari inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.
Dengan dasar perhitungan tersebut, BPS meyakini tingkat kesejahteraan buruh sudah tercapai. (*)