Newcomb dan rekan-rekannya mengamati sel manusia dan tikus untuk mempelajari lebih lanjut tren perbedaan gender yang telah mereka amati.
Mereka fokus pada sel paru-paru yang disebut sel limfoid bawaan Grup 2, atau sel ILC2. Sel-sel ini membuat sitokin, protein yang menyebabkan peradangan dan produksi lendir di paru-paru, yang membuatnya lebih sulit untuk bernapas.
Para peneliti mengumpulkan darah dari orang-orang dengan dan tanpa asma dan menemukan bahwa mereka yang menderita asma memiliki lebih banyak sel ILC2 daripada mereka yang tidak.
Dari kelompok itu, perempuan penderita asma memiliki lebih banyak sel ILC2 daripada pria penderita asma.
Mengutip WebMD, pada perempuan dan asma, kemampuan bernapas dapat dipengaruhi oleh kehamilan, siklus menstruasi, dan menopause.
Perempuan yang juga memiliki alergi dan pemicu asma lainnya mungkin kesulitan untuk menghirup udara segar.
“Tentu saja, perempuan dengan asma menghadapi tantangan ekstra hanya karena mereka adalah perempuan,” kata Neil Kao, MD, spesialis asma dan alergi di Greenville, SC.
“Mereka tidak hanya ditantang untuk menyeimbangkan pemicu yang diketahui seperti serbuk sari dan jamur, tetapi mereka juga harus mengelola fakta bahwa hormon perempuan dalam tubuh mereka terus berubah dengan cara yang dapat memengaruhi seberapa baik mereka dapat bernapas," tambahnya.
Baca Juga: Hari Asma Sedunia, Ini 4 Jenis Olahraga yang Cocok untuk Pengidap Asma