Perempuan harus mengelola efek hormon perempuan pada asma. Sering kali mereka harus mengelola asma selama kehamilan.
Hormon Perempuan dan Asma
Hormon perempuan seperti estrogen mungkin memiliki dampak yang hampir sama besarnya pada saluran udara seperti alergi dan hay fever.
Tapi estrogen sendiri bukanlah biang keladi dalam memicu gejala asma.
Sebaliknya, fluktuasi estrogen, naik turunnya kadar hormon yang dapat menyebabkan peradangan di saluran udara.
“Tingkat estrogen yang berfluktuasi dapat mengaktifkan protein yang menghasilkan respons inflamasi, yang dapat menyebabkan gejala asma,” kata Christiana Dimitropoulou-Catravas, PhD, asisten profesor di departemen farmakologi dan toksikologi di Medical College of Georgia.
Dimitropoulou-Catravas, yang merupakan penulis utama pada studi yang menyelidiki peran estrogen pada asma, menjelaskan bahwa dengan menstabilkan kadar estrogen, peradangan dan asma dapat dikontrol dengan lebih baik.
“Dengan obat apa pun, ini adalah keseimbangan antara risiko vs. manfaat,” kata Dimitropoulou-Catravas.
“Terapi penggantian estrogen, yang dapat menyeimbangkan kadar estrogen, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular, seperti risiko stroke yang lebih tinggi.
"Tetapi jika seseorang menderita asma parah dan dapat dikaitkan dengan kadar estrogen yang rendah, terapi penggantian mungkin menjadi jawabannya,” jelasnya.
Baca Juga: Jelang Hari Asma Sedunia, CDC Ungkap 5 Pemicu Asma yang Perlu Diwaspadai
(*)