Parapuan.co - Di dunia kerja, kita akan bertemu dengan orang dengan berbagai latar belakang berbeda, termasuk dari segi usia.
Tentu saja, Kawan Puan kerap menemui rekan sekantor yang sebaya maupun memiliki perbedaan usia.
Tak jarang, karena perbedaan usia tersebut terdapat pula perbedaan generasi.
Dalam satu perusahaan, bisa saja para pekerjanya terdiri dari beberapa generasi, mulai dari Baby Boomer hingga Gen Z.
Perbedaan generasi ini dapat memberikan pengaruh pada perusahaan, Kawan Puan.
Pasalnya, setiap generasi memiliki pola perilaku dan pemikiran yang berbeda.
Dalam sebuah tulisan dari King Eden, dkk, para akademisi di bidang Psikologi Sosial dan Industri di Harvard Business Review, diungkapkan banyak variasi preferensi dan nilai yang terdapat dalam masing-masing kelompok generasi.
Misalnya, analisis menyeluruh dari 20 studi berbeda dengan hampir 20.000 orang mengungkapkan perbedaan kecil dan tidak konsisten dalam sikap kerja ketika membandingkan antar kelompok generasi.
Ditemukan bahwa meskipun setiap individu mengalami perubahan kebutuhan,minat, preferensi, dan kelebihan selama karier, perbedaan kelompok yang besar, perbedaan usia dan generasi tak selalu menjadi faktor utama yang mendukung.
Baca Juga: Mengenal Ageisme, Kesenjangan Usia yang Jadi Persoalan di Tempat Kerja
Meskipun begitu, yang kerap hadir dalam tempat kerja bukanlah perbedaan secara aktual, melainkan keyakinan orang-orang mengenai perbedaan ini yang berakibat pada kesenjangan generasi.
Keyakinan ini dapat menghalangi seseorang untuk berkolaborasi dengan rekan kerja mereka.
Selain itu, tentu saja pemikiran ini dapat yang mempengaruhi profesionalitas dalam bekerja.
Berdasarkan penelitian sebelumnya Psikologi Industri-Organisasi mempertimbangkan pemikiran dari dua sudut pandang yang berbeda.
Penelitian ini melihat berbagai stereotip usia dan dampaknya dari orang-orang dengan kelompok usia berbeda.
Sebuah konsep relatif baru yang disebut age meta-stereotypes melihat apa yang kita pikir orang lain percaya tentang kita berdasarkan kelompok umur kita.
Sebagai contoh, generasi muda sendiri sering memiliki stereotip sebagai pribadi yang narsis.
Karena stereotip tersebut, para generasi muda memiliki rasa khawatir bahwa orang lain akan berpikir demikian, bahkan jika orang lain tak memikirkan hal ini pada kenyataannya.
Jika kedua proses ini terjadi di tempat kerja yang karyawannya memiliki generasi beragam pada saat yang sama, mereka cenderung memiliki stereotipe satu sama lain.
Baca Juga: Generasi Sandwich Wajib Melek Literasi Keuangan, Ini Alasannya
Secara bersamaan, mereka juga mengasumsikan bahwa orang yang sama membuat asumsi tentang mereka atau disebut meta-stereotipe.
Dalam penelitian King Eden, dkk, ditunjukkan bahwa tempat kerja yang penuh dengan stereotip dan meta-stereotipe terkait usia, dan keyakinan ini tidak selalu akurat atau selaras.
Dalam satu survei terhadap 247 pekerja muda (18-29), paruh baya (33-50), dan pekerja yang lebih tua (51-84), orang menggambarkan stereotipe dari orang-orang dalam kelompok usia lain.
Mereka juga menggambarkan kualitas yang mungkin dimiliki orang lain tentang kelompok usia mereka sendiri (meta-stereotipe mereka).
Pola tanggapan mereka bervariasi menurut kelompok umur. Stereotip orang tentang pekerja yang lebih tua sebagian besar positif dan termasuk kata-kata seperti bertanggung jawab, pekerja keras, dan dewasa.
Namun pekerja yang lebih tua sendiri khawatir bahwa orang lain mungkin melihat mereka sebagai membosankan keras kepala, dan pemarah.
Stereotip pekerja paruh baya sebagian besar positif dan mereka percaya kelompok usia lain akan melihat mereka sebagai positif, yakni dianggap sebagai orang yang enerjik.
Namun, stereotip tentang pekerja yang lebih muda agak kurang positif, Kawan Puan.
Baca Juga: Baru Diterima Kerja? Cara Wanita Karier Bangun Kesan yang Baik di Hari Pertama
Hal ini menghasilkan lebih banyak stereotip dari yang positif seperti memiliki antusias hingga negatif yang kebanyakan dianggap tidak berpengalaman.
Meski begitu, pekerja yang lebih muda percaya bahwa orang lain akan melihat mereka dengan cara yang lebih negatif daripada yang sebenarnya mereka lakukan, seperti tidak termotivasi dan tidak bertanggung jawab.
Secara umum, hasil ini menunjukkan bahwa pekerja yang lebih tua dan lebih muda percaya bahwa orang lain memandang mereka lebih negatif daripada yang sebenarnya mereka lakukan.
Kasus-kasus ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa stereotip atau meta-stereotipe terkait usia tidak akurat.
Terlepas dari ketidakakuratan mereka, keyakinan mereka memiliki pengaruh kuat dalam berinteraksi di tempat kerja.
Selain itu, meta-stereotip juga dapat mengganggu perilaku kerja mereka.
Sebuah studi baru-baru ini diterbitkan meneliti bagaimana orang bereaksi terhadap meta-stereotipe selama seminggu kerja.
Hasilnya, kadang-kadang orang bereaksi dengan rasa tantangan dan kadang-kadang mereka merasa adanya ancaman.
Reaksi orang pun turut mempengaruhi perilaku interpersonal di tempat kerja dan bisa menimbulkan konflik, seperti perilaku menghindari interaksi dengan orang lain.
Baca Juga: Puan Talks: Bijakkah Curhat Masalah di Kantor ke Rekan Kerja? Ini Kata Psikolog
Dalam studi lain di ranah profesi hukum dan kedokteran, survei terhadap pasangan mentor-anak didik menunjukkan bahwa upaya anak didik untuk mengatasi meta-stereotipe terkadang memiliki efek negatif pada hubungan antara keduanya.
Secara khusus, ketika anak didik mencoba untuk tidak menekankan masa muda mereka dengan bertindak lebih tua, mentor mereka justru kurang mendukung.
Dengan ini, diperlukan diskusi antar-generasi dan penekanan pada tujuan bersama agar kesenjangan generasi bisa berkurang. (*)